Bagikan:

JAKARTA - PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA sedang menyiapkan kajian untuk melakukan retrofit atau modifikasi teknologi terhadap Kereta Rel Listrik (KRL) yang akan dioperasikan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI).

Seperti diketahui, modifikasi teknologi ini belakangan ramai diperbincangkan. Pasalnya, Kementerian Perindustrian menilai retrofit merupakan opsi yang paling mungkin untuk dilakukan pemerintah.

Direktur Utama PT INKA Eko Purwanto menjelaskan hal mendasar dari retrofit tersebut adalah mengganti teknologinya. Berdasarkan kajian INKA, retrofit KRL ini membutuhkan waktu 16 bulan.

“Kami sekarang sedang melakukan kajian tentang retrofit kereta-kereta KRL yang ada di PT KCI, dan untuk melakukan retrofit menurut perhitungan kami membutuhkan waktu 16 bulan dan bisa menambah usia penggunaan (lifetime) di atas 10 tahun,” katanya dalam rapat dengan Komisi VI DPR, Senin, 27 Maret.

Eko menjelaskan waktu 16 bulan tersebut terdiri dari proses manufaktur mulai tahapan engineering, desain, pengadaan, produksi dan pengujian, sehingga pengiriman dapat dilakukan pada pekan pertama bulan ke-17.

“Retrofit secara keseluruhan dari kajian kami itu kami memerlukan waktu 16 bulan mulai dari engineering, desain sampai nanti kita lakukan pengetesan dan siap deliver ke KCI,” ujarnya.

Karena itu, sambung Eko, perlu dilakukan re-engineering dari awal dan ini harus diperhitungkan dengan cermat. “Serta tepat, sehingga hasilnya benar benar yang diharapkan,” tuturnya.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mengatakan pemerintah saat ini tengah memprioritaskan produk dalam negeri, yakni dengan melakukan retrofit alias penambahan teknologi terbaru pada trainset KRL Jabodetabek, yang mana 10 trainset akan pensiun pada tahun ini dan 19 pensiun tahun depan.

“Pemerintah memutuskan retrofit, nanti kami lihat dari hasil auditnya berapa banyak yang bisa kami retrofit. Sebanyak-banyaknya akan kami retrofit,” kata dia kepada wartawan di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis, 9 Maret.

Agus menilai, Trainset KRL agar bisa digunakan di dalam negeri minimal harus mengandung 40 persen tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Oleh karena itu, pihaknya mendorong agar belanja produk dalam negeri dimaksimalkan.

Lebih lanjut, kata dia, belanja dalam negeri juga akan lebih banyak menyerap tenaga kerja. “Kalau impor enggak ada, kami retrofit supaya tenaga kerjanya di Indonesia,” ujarnya.