JAKARTA - Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Reni Yanita mengatakan, tren thrifting pakaian bekas impor bisa mengancam upaya pemerintah dalam mendorong penciptaan lapangan kerja.
Menurut Reni, tren thrifting (pembelian barang bekas) bisa jadi celah usaha bagi importir nakal, apabila terus berlangsung ke depannya.
"Yang pasti ketika kami ini tidak aware (sadari) di depan begini, ini akan jadi keberlangsungan dan importir bisa melihat ini sebagai celah usaha. Nah, bahayanya itu akan jadi multiplier effect untuk industri kami. Itu juga PR bagaimana seandainya padat karya yang hancur, tenaga kerja kami yang luar biasa ini mau kerja di mana," kata Reni kepada wartawan di Jakarta, Jumat, 18 Maret.
Secara umum, Reni menilai thrifting pakaian bekas impor akan mengganggu utilitas industri. Sebab, selain dilarang, pakaian bekas impor yang harga lebih murah dikhawatirkan bisa mengganggu pasar dalam negeri. Terlebih, momentum menjelang Lebaran merupakan momentum mendongkrak penjualan sandang.
Bagi pelaku industri kecil dan menengah (IKM) sendiri, kata Reni, thrifting juga sangat mengancam karena bisa kalah saing dengan pakaian produk dalam negeri. Apalagi untuk IKM, IKM tahu sendiri modelnya juga terbatas, margin juga kecil. Nah, mereka tidak bisa menjual dengan harga yang lebih kompetitif karena (produk) mereka baru," ujarnya.
Hingga saat ini, Reni mengaku belum mengantongi data soal hitungan kerugian yang diderita oleh IKM atas tren membeli pakaian bekas impor tersebut.
Dia juga menyebut, larangan impor pakaian bekas pun sebenarnya sudah sejak lama diatur oleh pemerintah. Oleh karena itu, lanjut Reni, saat ini yang perlu dilakukan oleh kementerian/lembaga adalah terus meningkatkan pengawasan, terlebih karena kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan.
"Sekarang tinggal pengawasan, banyak sekali kontainer ternyata isinya pakaian bekas, itu juga pengawasan di kaminya harus lebih ditingkatkan lagi," ungkapnya.
Selain pengawasan, Reni menyebut ada hal lain yang perlu terus dikampanyekan, yakni kebanggaan untuk memakai dan mencintai produk dalam negeri.
"Memang PR-nya pengawasan, tetapi kalau kami sendiri, sih, sebenarnya menanamkan bagaimana konsumen kami untuk cinta dan pakai produk dalam negeri," pungkasnya.
BACA JUGA: