Bagikan:

JAKARTA - Praktisi Migas Hadi Ismoyo mendesak pemerintah untuk mempercepat revisi Undang-Undang Migas agar dapat memberikan payung hukum dan menarik investor untuk menanamkan uangnya di industri hulu migas Indonesia.

"Jelas kita bergerak di industri migas butuh payung hukum. Selama ini SKK Migas , itu juga ad hoc. Ini kan harus dibikin payung hukum lebih firm," ujar Hadi dalam Energy Corner, Senin 13 Februari,

Hadi menambahkan, selain itu peran antarkementerian dan lembaga seperti SKK Migas, Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan dan KLHK saling berkaitan dalam upaya ekslporasi wilayah kerja migas di Indonesia.

Dia menilai, aturan terkait kementerian lembaga tersebut harus diantumkan dalam UU Migas agar dapat saling bersinergi.

"ESDM punya agenda, KLHK punya agenda, Kemenkeu punya agenda sehingga hal-hal yang berhubungan dengan physical term dan risiko yang dimitigasi dari sisi keuangan tidak bisa nyambung," lanjut Hadi.

Menurutnya, sineritas ini harus dilakukan agar tujuan pemerintah yang menargetkan lifting migas 1 juta barel pada 2030 dapat segera tercapai.

Ia mencontoh Warim Basin yang berlokasi di Papua. Potensi migas di cekungan ini dianggap cukup besar dan diperkirakan melebihi Blok Masela di Maluku.

Namun demikian, terdapat tantangan dalam pengembangan Warim, seperti letaknya yang berdekatan dengan Taman Nasional Lorentz.

"Contohnya di Warim itu adalah taman nasional, kalau KLHK tidak membolehkan ya selesai. Kita ngga akan ada eksplorasi di sana. Koordinasi antar kementerian kan harus ada undang-undang," pungkas Hadi.