Kemendag Ungkap Harga Referensi CPO Naik 7,17 Persen
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Harga referensi produk minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) periode 16 hingga 31 Januari 2023 adalah 920,57 dolar AS per metrik ton (MT). Angka tersebut meningkat 7,17 persen dari posisi awal Januari yang tercatat 858,96 dolar AS per MT.

Kementerian Perdagangan melaporkan harga referensi ini untuk penetapan bea keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (tarif BLU BPD-PKS) atau pungutan ekspor (PE).

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Budi Santoso mengatakan penetapan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2023 tentang Harga Referensi Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit periode 16 hingga 31 Januari 2023.

“Saat ini harga referensi CPO mengalami peningkatan dan kembali menjauhi ambang batas sebesar 680 dolar AS per MT. Untuk itu, merujuk pada PMK yang berlaku saat ini, maka Pemerintah mengenakan bea keluar CPO sebesar 74 dolar AS per MT,” kata Budi dalam keterangan resmi, Selasa, 17 Januari.

Lebih lanjut, Budi menjelaskan untuk pungutan ekspor CPO periode 16 hingga 31 Januari adalah sebesar 95 dolar AS per MT.

“Bea keluar CPO periode 16 hingga 31 Januari 2023 merujuk pada Kolom Angka 6 Lampiran Huruf C Peraturan Menteri Keuangan Nomor 123/PMK.010/2022 sebesar 74 dolar AS per MT,” ujarnya.

Sementara itu, kata Budi, pungutan ekspor CPO periode 16 hingga 31 Januari 2023 merujuk pada Lampiran Huruf C Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.05/2022 sebesar 95 dolar AS per MT.

Kata Budi, nilai BK CPO dan PE CPO tersebut meningkat dari BK CPO dan PE CPO untuk periode 1 hingga 15 Januari 2023.

“Peningkatan harga referensi CPO dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya perubahan kebijakan biodiesel Indonesia dari B30 menjadi B35,” tuturnya.

Tak hanya itu, kata Budi, penguatan mata uang ringgit Malaysia terhadap dolar Amerika Serikat, dan penurunan produksi CPO karena musim hujan di Indonesia dan Malaysia juga mempengaruhi peningkatan harga referensi CPO.