JAKARTA - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyampaikan bahwa kontribusi impor barang konsumsi relatif rendah, yaitu 8,28 persen dibandingkan struktur impor bahan baku dan penolong, yang mencapai 76,68 persen pada periode Januari-November 2022.
"Oleh sebab itu, pertumbuhan impor yang diperkirakan meningkat pada tahun ini, pada prinsipnya akan menopang efisiensi sistem produksi di dalam negeri, baik untuk memasok permintaan ekspor maupun permintaan pasar dalam negeri," kata Mendag, dikutip dari Antara, Senin 16 Januari.
Mendag memaparkan tingkat mobilitas di dalam negeri yang secara umum sudah mulai membaik dengan pencabutan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) pada 30 Desember 2022 dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi nasional, yang mana para pelaku ekonomi dapat dengan leluasa beraktivitas sesuai dengan bidang usaha masing-masing.
Sebagai konsekuensi dari peningkatan mobilitas tersebut, lanjut Mendag, akan terjadi peningkatan aktivitas ekonomi dalam negeri yang mendorong peningkatan pada sisi pasokan maupun permintaan, termasuk peningkatan impor.
Namun demikian, Mendag menyampaikan bahwa impor tidak selalu bersifat konsumtif. Impor juga dibutuhkan untuk menopang pertumbuhan industri manufaktur dan ekspor.
"Peningkatan aktivitas ekonomi yang tercermin dari angka Purchasing Manager Index (PMI) Indonesia pada Desember 2022 yang masih berada pada zona ekspansif, yakni pada poin 50,9 harus didukung oleh kepastian pasokan bahan baku dan penolong yang dapat dipenuhi, baik dari dalam negeri maupun dari impor," ujar Mendag.
Selain itu, untuk memastikan penggunaan barang impor tepat sasaran dalam meningkatkan efisiensi produksi, pemerintah juga mengambil langkah kebijakan trade remedies dan pengendalian impor.
Pemanfaatan instrumen trade remedies, yakni berupa safeguard maupun antidumping, termasuk pengenaan bea masuk tindakan pengamanan sementara (BMTP) dan bea masuk antidumping sementara (BMAD).
BACA JUGA:
Pengendalian impor secara selektif juga dilakukan khususnya terhadap produk-produk industri padat karya seperti tekstil, mainan anak, alas kaki, baja, dan pengendalian impor produk hortikultura.
"Di sisi lain, pemerintah juga berkomitmen menjalankan program Bangga Buatan Indonesia (BBI), yang menghimbau masyarakat untuk lebih memilih produk-produk lokal, untuk mempertahankan momentum peningkatan penggunaan produk dari dalam negeri yang telah terjadi di masa pandemi," kata Zulkifli.
Hal tersebut sesuai dengan hasil survei yang dilakukan oleh PricewaterhouseCoopers (PwC), yang menyatakan bahwa selama masa pandemi COVID-19, konsumen memiliki kecenderungan untuk memprioritaskan penggunaan produk-produk lokal dibandingkan dengan produk impor.