JAKARTA - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengaku tak bisa berbuat banyak soal kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) yang baru saja disahkan. Karena itu, PHRI mendesak pemerintah untuk meluruskan pasal kontroversial dalam KUHP yang berpotensi mengganggu industri pariwisata.
Sekjen PHRI Maulana Yusran mengatakan pasal kontroversial yang dimaksud adalah larangan seks di luar nikah. Sanksi pidana bagi pasangan yang belum menikah melakukan check in di hotel pun mengancam industri pariwisata.
"Kami berharap pemerintah segera mengklarifikasi, meluruskan ini supaya tidak terlalu berpanjang-panjang. Karena kalau kaya gini kita dirugikan ya industri pariwisata," katanya kepada VOI, Minggu, 11 Desember.
Lebih lanjut, Yusran mengatakan klasifikasi dari pemerintah merupakan hal yang mendesak. Apalagi, kata dia, beberapa negera sudah mengeluarkan travel banned dan travel warning terkait hal ini.
"Pemerintah kan menyampaikan tidak ada yang perlu dikhawatirkan, tentu tugas pemerintah untuk meyakinkan negara-negara yang menjadi target market pariwisata Indonesia. Ini harus diyakinkan, karena yang bicara umumnya adalah kepala negara tersebut, ada yang bicara travel banned atau travel warning. Ini menjadi PR paling besar pemerintah untuk menyelenggarakan ini," ucapnya.
Karena itu, dia juga meminta pemerintah untuk menjelaskan bagaimana eksekusi dari pasal-pasal kontroversial dalam KUHP baru ini.
"Pemerintah harus menjelaskan betul eksekusinya nanti seperti apa? Dan juga harus satu nada dengan pihak kepolisian sebagai eksekutor. Sehingga tidak terjadi apa yang dikhawatirkan oleh publik baik masyarakat Indonesia sendiri maupun wisatawan asing," jelasnya.
Yusran berharap pemerintah bisa segera memberikan penjelasan mengenai pasal kontroversial dalam KUHP ini, karena saat ini pengusaha hotel tengah berjuang mengembalikan sektor pariwisata yang dihantam pandemi COVID-19.
"Karena ini lah yang kita sangat khawatirkan, pariwisata itu harus clear juga image-nya dan segala macam itu harus clear," katanya.