Rasio Elektrifikasi Rendah, Bos PLN Akui Butuh Modal Rp45 Juta per Pelanggan
Tangkapan layar Dirut PLN Darmawan Prasodjo dalam rapat dengan Komisi VI DPR. (Foto: Mery Handayani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN mencatat bahwa rasio elektrifikasi per Oktober 2022 mencapai 97,49 persen. Rendahnya angka tesebut bukan tanpa alasan.

Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo mengakui menyambungkan tegangan listrik bukan perkara yang gampang.

Khususnya, lanjut Darmawan, penyambungan listrik ke wilayah terdepan, terluar, tertinggal (3T). Kesulitan yang dialami bukan hanya soal infrastruktur di daerah tersebut, tetapi juga mengenai biaya.

Darmawan mengatakan investasi untuk infrastruktur listrik per pelanggan di wilayah 3T saja mencapai Rp45 juta. Sementara ada 4.400 desa di kawasan 3T yang belum dialiri listrik.

"Biaya investasi infrastruktur ketenagalistrikan untuk daerah 3T mencapai Rp45 juta per pelanggan," ungkap Darmawan saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senin, 28 November.

Sementara di wilayah non 3T, kata Darmawan, PLN membutuhkan anggaran Rp1 juta hingga Rp 2 juta untuk membangun infrastruktur per pelanggan.

Lebih lanjut, Darmawan menjelaskan, dengan tingginya investasi di daerah 3T membuat kawasan tersebut tidak feasible secara ekonomi atau bisnis perusahaan.

Meski begitu, Darmawan mengatakan, pihaknya akan mengimplementasikan akses dan infrastruktur listrik, lantaran sebagai wujud dari keadilan sosial bagi seluruh masyarakat.

Karena itu, lanjut Darmawan, pendanaan pemerintah berupa Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp10 triliun pada 2023 diperlukan PLN untuk merealisasikan visi keadilan tersebut.

"Untuk itu PMN dibutuhkan untuk membangun infrastruktur ketenagalistrikan di 3T yang secara ekonomi tidak feasible, namun sebagai wujud nyata dari amanat sila ke-5 Pancasila," ucapnya.

Sekadar informasi, PMN tahun anggaran 2023 senilai Rp10 triliun yang diajukan oleh PLN, akan digunakan untuk pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT).

Khususnya pembangunan infrastruktur PLTA, PLTS, PLTP, dan PLTM senilai Rp1,74 triliun.

Kemudian, sebesar Rp3,78 triliun akan digunakan untuk fungsi transmisi dan gardu induk guna menghubungkan listrik di daerah terpencil.

Lalu, sebanyak Rp4,48 triliun akan digunakan untuk fungsi distribusi dan listrik desa.