Gubernur BI Sebut Sinergi Negara G20 Miliki Peran Pulihkan Perekonomian Global
Gubernur BI Perry Warjiyo (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyebut sinergi negara-negara anggota G20 dalam mengambil kebijakan telah berperan dalam pemulihan ekonomi secara global di tengah berbagai tantangan seperti pandemi, konflik geopolitik, inflasi, dan perubahan iklim.

“Sejak awal presidensi, G20 telah bekerja sama untuk memajukan isu-isu global yang bersifat kritis serta mampu memberikan solusi konkret dan kolektif untuk mendorong pemulihan,” kata dia dikutip dari Antara, Senin, 7 November.

Adapun dalam Presidensi G20 Indonesia, apek sistem pembayaran juga menjadi diskusi penting sehingga Peta Jalan G20 pada Pembayaran Lintas Batas Negara (CBP) pun diimplementasikan untuk mencapai pembayaran lintas batas yang lebih cepat, murah, transparan, dan inklusif.

Perry menambahkan, eksplorasi Central Bank Digital Currency (CBDC) diharapkan dapat memfasilitasi implementasi peta jalan yang diyakini akan memberikan manfaat yang luas bagi ekonomi di seluruh dunia tersebut.

Bank Indonesia memandang, pertemuan pimpinan negara G20, akan memberikan arah, panduan serta kepercayaan pasar bagi prospek perekonomian serta stabilitas sistem keuangan ke depan.

Hal ini sejalan dengan penegasan komitmen anggota G20 terhadap kebijakan yang terkalibrasi, terencana, dan dikomunikasikan dengan baik untuk mengurangi dampak pandemi dan mendukung pemulihan ekonomi yang berkelanjutan, kuat, seimbang, dan inklusif.

Optimisme tersebut sejalan dengan kinerja perekonomian domestik yang terjaga sehingga pertumbuhan ekonomi 2022 diproyeksi berada pada kisaran 4,5 sampai 5,3 persen yang ditopang oleh peningkatan konsumsi swasta, investasi, dan ekspor serta terjaganya daya beli masyarakat di tengah inflasi.

Inflasi pada Oktober 2022 sendiri tercatat sebesar 5,17 persen (yoy), lebih rendah dari prakiraan awal maupun inflasi IHK bulan lalu yang sebesar 5,95 persen.

Sementara, stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga di tengah menguatnya dolar AS, dengan depresiasi yang relatif lebih baik dibandingkan depresiasi sejumlah mata uang negara berkembang lainnya seperti, India, Malaysia, dan Thailand.