Bagikan:

JAKARTA - Adjunct Lecturer Harvard Kenedy School Professor Jay K. Rosengard mengapresiasi kontribusi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI dalam mendorong inklusi keuangan dan menerapkan Environmental, Social, and Governance (ESG) di Indonesia.

Menurut dia, kontribusi perseroan itu tidak semata-mata datang tiba-tiba, namun, merupakan buah dari upaya panjang selama ini dalam memberdayakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)) sebagai backbone utama bisnis.

Saat teknologi dalam pertanian mulai merambah dua dekade lalu, dia menjelaskan, BRI bersama pemerintah mulai berperan aktif membiayai pembelian beras, pupuk, pestisida, dan biaya hidup tunjangan selama masa transisi dan edukasi melalui program BIMAS (Bimbingan Massal).

"Ini adalah awal atau cikal bakal microbanking secara nasional di BRI. Dan apa yang terjadi dari waktu ke waktu adalah petani mengadopsi teknologi baru dan membentuk perspektif revolusi hijau. Ini adalah kesuksesan yang luar biasa, Indonesia berubah dari pengimpor beras terbesar dunia menjadi pengekspor beras bersih dalam waktu sekitar satu generasi, 20 tahun” kata Jay dikutip Antara, Selasa 18 Oktober.

Selain itu, menurut dia, selama ini pembiayaan yang disalurkan oleh BRI telah menjadi pendorong utama produktivitas pelaku UMKM di Indonesia.

“Adopsi teknologi ini sangat meningkatkan produktivitas petani yang tentu saja meningkatkan pendapatan dan standar hidup mereka. Tetapi semua hal tersebut tidak mungkin terjadi bila tidak ada pembiayaan dari BRI untuk meningkatkan produktivitas mereka,” kata Jay.

Dua dekade sejak awal dari upaya itu, saat ini perseroan tumbuh menjadi bank dengan aset terbesar dan penyalur utama kredit UMKM di Indonesia dengan proporsi mencapai 83 persen dari total kredit, atau setara Rp920 triliun per kuartal II-2022.

"BRI merupakan contoh dari suksesnya green revolution. BRI juga dapat saya katakan sebagai world's biggest & most successful profitable microbanking. It’s a great untold story," kata Jay.

Lebih lanjut, Jay menilai BRI telah berhasil menjalankan bisnisnya sebagai commercial bank yang terbukti dapat membukukan laba Rp24,88 triliun pada semester I-2022, dengan sebagian diantaranya dikontribusikan kepada pemerintah melalui dividen serta pajak.

Dalam kesempatan sama, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo menyampaikan masih besarnya potensi di Indonesia, dari sekitar 55 juta pelaku ultra mikro, sekitar 30 jutanya belum tersentuh oleh lembaga keuangan formal.

“Mereka punya account atau memiliki model pembiayaan lain, tapi tidak dapat mengakses lembaga keuangan formal. Jadi kita bisa kategorikan nasabah ultra mikro ke dalam kategori unbankable dan unfeasible, ada juga feasible tetapi unbankable karena tidak memiliki collateral, dan nasabah yang sudah naik kelas." kata Tiko.

Dengan itu, pemerintah telah mengintegrasikan tiga entitas yakni BRI, Pegadaian dan PNM dalam holding Ultra Mikro (UMi) yang menghadirkan co-location SENYUM dimana masyarakat bisa mendapatkan berbagai layanan dan produk pembiayaan di dalam satu kantor.