YLKI: Kebijakan Menaikkan Harga BBM Bagai 'Buah Simalakama'
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai kebijakan yang diambil pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bak buah simalakama.

Jika tidak dinaikkan akan berdampak pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

"Kebijakan menaikkan harga BBM bak buah simalakama. Tak dinaikkan, finansial APBN makin bleeding dan akan mengorbankan sektor lain. Jika dinaikkan, potensi efek dominonya sangat besar," katanya dalam keterangan resmi dikutip Minggu, 4 September.

Lebih lanjut, Tulus menjelaskan, efek domino yang dimaksud adalah berpotensi memukul daya beli masyarakat atau konsumen.

Kondisi tersebut ditandai dengan tingginya inflasi. Karena itu, Tulus meminta pemerintah menjamin bahwa rantai pasok komoditas bahan pangan tidak terdampak secara signifikan paska kenaikan harga BBM.

Ia juga mengingatkan agar jalur-jalur distribusi lebih disederhanakan dan dilancarkan.

Dengan begitu, kata Tulus, tidak menjadi kedok untuk menaikkan harga bahan pangan.

"Jangan jadikan kenaikan harga BBM untuk aji mumpung menaikkan komoditas pangan, dan komoditas lainnya," ujarnya.

Tulus juga meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus tetap memberikan subsidi pada angkutan umum, atau insentif lainnya. Sehingga kalau pun tarif angkutan umum mengalami kenaikan paska kenaikan harga BBM, kenaikan tarifnya tidak terlalu tinggi.

"Tingginya kenaikan angkutan umum, justru akan kontra produktif bagi nasib angkutan umum itu sendiri, karena akan ditinggalkan konsumennya, dan berpindah ke sepeda motor," ucapnya.

Selain itu, kata Tulus, kenaikan harga BBM harus diikuti upaya mereformasi pengalokasian subsidi BBM.

Artinya penerima subsidi BBM benar-benar pada masyarakat yang berhak berdasarkan by name by address, bukan seperti sekarang.

Ke depan, lanjut Tulus, pemerintah harus punya antisipasi terkait harga minyak mentah dunia. Misalnya dengan menyiapkan oil fund atau semacam 'dana tabung minyak'.

"Dengan dana ini, jika harga minyak mentah sedang turun, maka selisihnya bisa disimpan dalam oil fund tersebut. Dan jika harga minyak mentah sedang naik, maka tidak serta merta harga BBM di dalam negeri harus naik," ucapnya.

Sekadar informasi, pemerintah melalui Kementerian ESDM secara resmi menyesuaikan harga BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar subsidi.

Untuk harga yang baru, pemerintah membanderol harga Pertalite yang sebelumnya Rp.7650 per liter menjadi Rp10.000 per liter.

Solar subsidi yang sebelumnya Rp5.150 per liter naik menjadi Rp6.800 per liter.

Adapun kenaikan harga ini berlaku satu jam sejak diumumkan sejak penyesuaian harga ini yakni pukul 14.30 WIB.

Hal tersebut disampaikan Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam Konferensi Pers bersama Presiden Jokowi di Istana Merdeka, kemarin, Sabtu, 3 September.