Anak Muda Doyan <i>Flexing</i>, Bos LPS Sarankan Literasi Keuangan Lewat Digital
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, literasi keuangan anak muda harus terus ditingkatkan untuk menurunkan tingkat ketimpangan ekonomi di masa depan.

Menurutnya, dalam era teknologi digital ini, kegiatan literasi keuangan sebaiknya dilakukan melalui media digital, sehingga penyampaiannya lebih efektif dan sesuai dengan karakteristik anak muda sebab anak muda memiliki kecenderungan mengadopsi media digital, khususnya media sosial dalam mengambil keputusan terkait keuangan dan investasi.

Di sisi lain, anak muda juga memiliki kecenderungan ingin mendapatkan keuntungan cepat dalam berinvestasi.

"Generasi muda cenderung tergiur dengan investasi yang berisiko tinggi. Risikonya tidak dipelajari sama sekali, makanya flexing laku," ujar Purbaya di Jakarta, Jumat, 19 Agustus.

Lebih lanjut, ia menambahkan, tingkat literasi keuangan juga berpengaruh terhadap tabungan rumah tangga, sehingga, kegiatan literasi keuangan juga akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia di masa yang akan datang.

"Kalau kita makin pintar (soal keuangan), maka akan sering menabung,” ujar Purbaya.

Purbaya menambahkan, inklusi keuangan di Indonesia lebih tinggi dibandingkan literasi keuangan.

Untuk itu, lanjutnya, inklusi keuangan di Indonesia masih perlu ditingkatkan.

Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2019, indeks inklusi keuangan Indonesia menyentuh angka 76,19 persen, sedangkan literasi keuangan hanya menyentuh 38,03 persen.

"Inklusi dan literasi keuangan semakin meningkat namun terdapat gap antara inklusi dan literasi. Selain itu terdapat gap inklusi dan literasi antar wilayah di Indonesia," ujarnya.

Ia merinci, indeks inklusi keuangan pada tahun 2013 sebesar 59,74 persen sedangkan literasi keuangan berada di 21,84 persen.

Sementara pada tahun 2016, indeks inklusi mengalami kenaikan ke angka 67,80 persen dan literasi keuangan berada di kisaran 29,70 persen.

"Memang mengalami peningkatan tapi tidak banyak," ujarnya.

Sementara itu, berdasarkan jenis lembaga keuangan, Purbaya bilang masih banyak didominasi perbankan.

Hal ini terlihat dari data inklusi keuangan perbankan pada tahun 2019 telah menyentuh angka 73.88 persen, sedangkan literasi keuangan perbankan berada di angka 36.12 persen.

"Inklusi dan literasi keuangan masyarakat masih lebih didominasi oleh akses dan pengetahuan terhadap jenis jasa keuangan perbankan," imbuhnya.

Menurut Purbaya, jumlah investor di Indonesia terus menunjukkan tren peningkatan.

Berdasarkan data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per Juli 2022, jumlah investor pasar modal sudah menyentuh 9,3 juta investor.

Sementara itu, jumlah investor saham per Juli 2022 di angka 4,1 juta investor.

Di sisi lain, jumlah investor reksadana per Juli 2022 berada di 8,6 juta investor. Serta, jumlah investor SBN per Juli 2022 di 736,4 ribu investor.

"Secara demografi, investor di Indonesia didominasi oleh generasi muda (di bawah 30 tahun) dan latar belakang pendidikan tertinggi SMA/sederajat,"

pungkas purbaya.