JAKARTA - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, bahan pangan alternatif seperti tepung singkong dan tepung sagu belum bisa untuk menggantikan gandum di Indonesia.
“Penggantinya gandum memang tidak mudah pertama, substitusi gandum itu baru sebagian kecil misalnya singkong untuk bahan baku makanan. Kalau pengganti bahan untuk produk mie instan dan roti belum banyak dan agak sulit, relatif terbatas,” kata Tauhid Ahmad dilansir Antara, Jumat, 22 Juli.
Tauhid menyampaikan Indonesia tidak bisa menanam gandum karena iklim tropis yang tidak mendukung tanaman gandum untuk tumbuh di Tanah Air, sehingga Indonesia harus impor gandum dari negara-negara penghasil gandum.
"Konflik antara Rusia dengan Ukraina menjadi penyebab utama tingginya harga gandum pada level global. Dua negara tersebut ditambah Belarusia merupakan negara penghasil gandum terbesar di dunia. Negara-negara tersebut menahan stok gandum mereka untuk tidak dijual ke luar," katanya.
Untuk itu, ujar dia, selain hanya untuk keperluan tepung-tepung saja yang relatif terbatas, maka masih relatif kecil Indonesia mencari substitusi dari gandum.
Sedangkan komoditas beras, lanjutnya, Indonesia bisa mencari alternatif yang bisa dicari penggantinya, jadi belum ada solusi pas guna pengganti gandum untuk saat ini.
Ia mengingatkan, adapun kenaikan biaya logistik seperti kenaikan bahan bakar yang cukup tinggi.
Sedangkan bahan bakar untuk perjalanan terutama untuk kapal-kapal laut, sehingga menyebabkan tambahan biaya bagi pengiriman gandum dari luar negeri.
Tauhid menambahkan, harga gandum di Indonesia sudah naik di atas 26 persen sejak awal tahun 2022.
Efek kenaikan harga gandum tersebut bisa langsung dirasakan oleh masyarakat, terutama dengan kenaikan harga barang konsumsi sehari-hari terutama mie instan.
Direktur Eksekutif Indef juga mengatakan gandum bukan barang kebutuhan pokok strategis nasional, sehingga impor gandum sepenuhnya dilakukan oleh pihak swasta, sehingga kenaikan harga gandum global akan langsung dirasakan oleh masyarakat dan antara lain karena bahan penggantinya nyaris tidak ada.
"Contohnya gorengan itu kan bahannya tepung (gandum), kalau diganti rasanya lain. Mungkin bisa menggunakan tepung beras, ada tapi tidak bisa banyak dan konsumen tidak akan senang," katanya.
BACA JUGA:
Menurut data yang diperoleh dari Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Dalam Negeri, per 1 Juli 2022 harga komoditas tepung terigu meningkat sebesar 13,46 persen.
Pada awal tahun 2022, secara nasional harga tepung terigu tercatat hanya dari Rp10.400 per kilogram, kini menjadi Rp12.000 per kilogram.