Bagikan:

JAKARTA - Pemberlakuan biodiesel (B30) yang selanjutnya berkembang ke B35, semakin menunjukkan upaya pemerintah mengurangi ketergantungan impor bahan bakar minyak (BBM). Apalagi, Indonesia dinilai punya pasokan minyak kelapa sawit atau Fatty Acid Methyl Ester (FAME) yang cukup memadai.

Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Institute (PASPI) Tungkot Sipayung mengungkapkan, selain dapat mengurangi ketergantungan pada BBM fosil, penggunaan biodiesel B35 juga lebih murah dibandingkan dengan mengimpor solar dari luar negeri.

"Saat ini harga impor diesel kita bulan lalu 1,3 dolar AS per liter atau hampir Rp21.000. Sementara harga biodiesel dalam negeri yang diumumkan bulan lalu sekitar Rp13.000. Jadi jauh lebih mahal solar impor dibandingkan dengan biodiesel dalam negeri," ujarnya dalam Market Review, Selasa 12 Juli.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), implementasi pelaksanaan program mandatori pencampuran BBN jenis Biodiesel ke dalam minyak Solar sebesar 30 persen (B30) sepanjang tahun 2021 berpotensi memberikan penghematan devisa negara hingga 4,54 miliar dolar AS pada tahun 2021.

Ia menilai, Indonesia dinilai punya peluang besar dalam pengembangan bioenergi khususnya biodiesel. Kondisi ini mengingat sebaran pasokan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku biodiesel.

Selain lebih murah, Tungkot bilang, penggunaan biodiesel juga dapat mengurangi impor diesel sehingga dapat menghemat devisa.

"Sebagai catatan, biodiesel 100 persen atau B100 harganya sekarang sangat mahal di atas 2 dolar AS. Jadi jauh lebih menguntungkan menggunakan biodiesel dalam negeri dari pada kita mengimpor diesel saat ini karena harganya sangat mahal," pungkas Tungkot.