Bagikan:

LABUAN BAJO - Senyum semringah kerap dilempar Markus Lina (45) kala menyambut setiap orang yang menghampiri lapak pameran di Hotel Meruorah, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Di lapak miliknya berjejer hasil kerajinan tangan dari bambu, kopi, dan kain tenun ikat.

Markus Lina (45) bersama seorang rekan sangat antusias mengikuti pameran produk lokal usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) NTT pada pertemuan kedua Sherpa G20 yang berlangsung dari 9-13 Juli 2022.

Ia tak menyangka bisa mengikuti pameran yang dihadiri para pemangku kepentingan atau pejabat penting dari berbagai negara di dunia.

Baginya, mengikuti pameran di ajang G20 bagaikan mimpi yang menjadi kenyataan.

Produk-produk lokal yang dipamerkan adalah karya pelaku UMKM binaan Rumah Kreatif Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Kabupaten Ngada yang dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu makanan, fashion, dan kerajinan tangan.

Selain kain tenun ikat dan kopi, Markus Lina tampil menyuguhkan produk unggulan lain yaitu kerajinan tangan dari bambu yang diolah menjadi berbagai produk seperti gelas, kalung, gelang, kap lampu, tempat tisu, dan produk cenderamata lain.

Kreativitas mengolah bambu menjadi aneka produk ekonomi kreatif telah mengantarnya bergelut di dunia usaha kecil-menengah hingga ikut serta dalam pameran Sherpa G20.

Berjualan di trotoar

Perjalanan awal Markus Lina membangun usahanya tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Bapak tiga anak itu pertama kali memperkenalkan produknya ke masyarakat tahun 2014 dengan berjualan di trotoar jalan Kota Bajawa.

Sampai pada sebuah momentum yang mampu memacu semangatnya berusaha yaitu ketika mengikuti pameran tingkat lokal yang diinisiasi Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Pemerintah Kabupaten Ngada.

Di pameran itu, produk kap lampu dari bambu mampu menyita kepala daerah setempat saat itu yang langsung memborong sebanyak 150 buah seharga Rp15 juta.

"Dari situ lah semangat luar biasa muncul dalam diri saya untuk mulai berkreasi menciptakan produk-produk dari bambu," katanya dikutip dari Antara, Selasa 12 Juli.

Bambu merupakan salah satu tumbuhan potensial yang banyak ditemukan di lahan perkebunan masyarakat Kabupaten Ngada maupun daerah lain di Pulau Flores.

Di tahun 2018, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan Kabupaten Ngada sebagai pusat unggulan untuk program 1000 desa bambu sebagai suatu platform dalam mengembangkan dan memperkuat pemanfaatan bambu di Indonesia melalui industri bambu berbasis masyarakat.

Namun, tumbuhan dengan yang dalam istilah bahasa Latin disebut Bambusoideae itu belum dimanfaatkan secara optimal untuk menghasilkan keuntungan ekonomi.

Masyarakat setempat kebanyakan memanfaatkan bambu bahan bangunan rumah atau pondok, pagar, maupun kandang ternak.

Kondisi tersebut dimanfaatkan Markus Lina untuk melirik potensi tumbuhan bambu yang bisa dikembangkan menjadi beragam produk yang bernilai jual lebih tinggi dengan sentuhan kreativitas kerajinan tangan.

Baginya, usaha produk dari bambu cukup menjanjikan secara ekonomi karena di daerah setempat belum ada usaha serupa yang dijalankan warga lainnya.

Di sisi lain, pasokan bahan baku sangat mudah diperoleh karena diproduksi sendiri di lahan perkebunan keluarganya di Desa Manubara, Kecamatan Inerie.

Bahkan, ketika permintaan produk meningkat bahan baku juga dapat dipasok dengan mudah dari warga lain di desa.

Daya tarik produk berbasis bambu itu sangat tergantung dari seberapa kreatif perajin.

Menyadari hal itu, Markus Lina yang sebelumnya belajar mengolah bambu secara autodidak, memutuskan untuk meningkatkan daya kreativitas dengan belajar ke Garut, Jawa Barat.

Selama sebulan di sana, ia bersama tiga orang warga lain yang bersama-sama dengannya menjalankan usaha hingga saat ini, belajar memproduksi beraneka produk dari bambu.

Usaha bambu yang digeluti melalui UMKM yang dinamakan Koeslin Bamboo Flores kini terus bertumbuh dan telah mempekerjakan sebanyak 7 orang anak muda desa yang tidak berpendidikan formal atau putus sekolah.

Permintaan produk pun berdatangan, salah satunya dari pihak Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) NTT yang memesan sebanyak 100 buah gelas dan selusin tumbler bambu.

Di balik dampak ekonomi yang dinikmati, Markus Lina mengaku puas karena bisa mengangkat salah satu potensi lokal dari Ngada yaitu bambu untuk disuguhkan bagi publik hingga ke tingkat mancanegara.

Dukungan BUMN

Markus Lina tampil menyuguhkan produk di pameran Sherpa G20 berkat dukungan pihak PT PLN (Persero) sebagai salah satu BUMN yang bekerja sama dengannya mengelola Rumah Kreatif BUMN di Kabupaten Ngada sejak 2020.

Produk bambu dari UMKM Koeslin Bamboo Flores merupakan salah satu dari tiga UMKM yang lolos kurasi produk berdaya saing tinggi dari PLN untuk ikut dalam pameran bersama puluhan UMKM lain di pertemuan kedua G20 di Labuan Bajo.

Dua produk UMKM lain yang lolos kurasi yaitu tenun ikat dari UMKM Indigo Ikat dan UMKM Papataki yang menjual hasil olahan kopi Arabika.

Ketiga UMKM tersebut sudah bekerja sama dengan PLN dalam pengembangan dan pendampingan usaha sejak 2021.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, Sherpa G20 menjadi momentum penting bagi UMKM untuk memperkenalkan produk Indonesia ke pasar internasional.

PLN berupaya membuktikan bawa perusahaan pelat merah itu hanya handal dalam memberikan pasokan listrik, tapi juga memberikan dukungan bagi masyarakat untuk bisa mandiri dalam ekonomi.

"Jadi ini kesempatan yang istimewa UMKM lokal di NTT apalagi para delegasi Sherpa G20 merupakan pelaku ekonomi dari berbagai negara," katanya.

Markus Lina bersama pelaku UMKM lainnya boleh berbangga karena mendapat kesempatan terbaik memperkenalkan produk kepada para delegasi dari 19 negara anggota G20 yang hadir secara langsung (satu negara hadir virtual yaitu Amerika Serikat), 9 negara undangan, dan 10 organisasi internasional di Labuan Bajo.

Beragam produk lokal yang disuguhkan itu seyogyanya juga membuktikan keragaman kekayaan Nusantara yang patut diperkenalkan untuk menambah daya tarik Indonesia di mata dunia.