Bagikan:

JAKARTA - Kejaksaan Agung RI telah mendalami perkara tindak pidana kasus dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam penentuan kuota, pemberian persetujuan, pelaksanaan, dan pengawasan impor garam di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2016-2022. Kasus tersebut saat ini sudah naik ke tahap penyidikan.

Jaksa Agung RI Sanitiar Burhanuddin menjelaskan, pada tahun 2018 Kementerian Perdagangan menerbitkan persetujuan impor garam industri pada PT MTS, PT SM, dan PT UI tanpa melakukan verifikasi. Imbasnya, hal ini menyebabkan kelebihan impor garam industri.

"Pada senin 27 Juni 2022 tim penyidik melakukan gelar perkara dan berkesimpulan untuk meningkatkan perkara tersebut ke tahap penyidikan," ucap Burhanuddin di Gedung Kejaksaan Agung RI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin 27 Juni.

Burhanuddin mengatakan garam yang seharusnya diperuntukkan untuk industri pun disalahgunakan dengan dikemas menggunakan label standar nasional Indonesia (SNI). Akibat perbuatan tersebut, telah menimbulkan kerugian perekonomian negara dimana garam dalam negeri tidak dapat bersaing dengan garam impor.

"Artinya yang seharusnya UMKM yang mendapatkan rezeki di situ, dari garam-garam industri dalam negeri ini, mereka garam impor dijadikan sebagai industri Indonesia. Ini yang akhirnya dirugikan adalah para UMKM. Ini sangat-sangat menyedihkan," ucapnya.

Kemendag Loloskan Kuota Impor Rp2 Triliun Tanpa Perhitungan

Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana menyampaikan Kemendag diduga meloloskan kuota impor garam sebanyak 3,7 juta ton atau dengan nilai sebesar Rp2 triliun, tanpa memperhitungkan stok dalam negeri.

"Bahwa pada tahun 2018 terdapat 21 perusahaan importir garam yang mendapat kuota persetujuan impor garam industri sebanyak 3.770.346 ton atau dengan nilai sebesar Rp2.054.310.721.560 tanpa memperhitungkan stok garam lokal dan stok garam industri yang tersedia sehingga mengakibatkan garam industri melimpah," ujar Ketut.

Kata Ketut, para importir kemudian mengalihkan secara melawan hukum peruntukan garam industri menjadi garam konsumsi dengan perbandingan harga yang cukup tinggi. Sehingga mengakibatkan kerugian bagi petani garam lokal dan kerugian perekenomian negara.

"Tim Penyelidik telah melakukan permintaan keterangan kepada beberapa orang yang terkait dan mendapat dokumen-dokumen yang relevan," jelasnya.

Namun, kata Ketut, setelah dilakukan analisa dan gelar perkara disimpulkan bahwa terhadap Perkara Impor Garam Industri telah ditemukan adanya peristiwa pidana.

"Sehingga dapat ditingkatkan ke tahap Penyidikan untuk mengumpulkan bukti-bukti dan membuat terang peristiwa tersebut serta menemukan siapa yang bertanggung jawab atas perbuatan tersebut," ucapnya.

Ketentuan pasal yang disangkakan dalam perkara ini yaitu primair Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, subsidiair Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.