Bagikan:

JAKARTA - Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Perencanaan Strategis selaku Chair Energy Transitions Working Group (ETWG) Yudo Dwinanda Priaadi menyampaikan biofuel untuk green economy akan menjadi bagian integral dalam mencapai transisi energi yang adil, merata, dan people-centered.

"Berbicara tentang green jobs, industri biofuel adalah sektor energi terbarukan terbesar kedua dalam hal ketenagakerjaan, di bawah energi surya. Diperkirakan, secara global industri biofuel mempekerjakan sekitar 2,4 juta orang, belum termasuk sektor hulu dan hilir terkait lainnya," ujar Yudo dalam keterangan resmi, Jumat 17 Juni.

Yudo menyebut, biofuel juga memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian Agenda Sustainable Development Goals tahun 2030, juga terkait karbon netral.

Produksi dan penggunaan biofuel yang berkelanjutan juga dapat memberikan berbagai manfaat sosial ekonomi.

"Yakni meningkatkan keragaman dan keamanan pasokan energi, meningkatkan akses ke layanan energi yang modern, meningkatkan kualitas udara, dan mendorong pembangunan ekonomi yang berkelanjutan," ujar Yudo.

Tak hanya itu, kata dia, biofuel juga akan meningkatkan produktivitas dan menopang green economy melalui pembangunan dan investasi berskala besar.

"Di Indonesia, Program Mandatori Biodiesel pada tahun 2021 telah menghasilkan sekitar 16,3 juta kilo liter, meningkat dari 13,3 juta kilo liter pada tahun 2020 selama pandemi COVID-19. Angka tersebut pada tahun 2020 bahkan masih lebih tinggi dibandingkan tahun 2019 sebesar 12 juta kilo liter. Saya juga berharap skala pembangunan besar-besaran ekonomi hijau ini juga akan menyebar di negara-negara G20 lainnya," jelas Yudo.

Program biofuel nasional itu, tambah Yudo, akan ditingkatkan dengan Program Green Refinery yang mengambil Pilot Project di Kota Cilacap Jawa Tengah.

Proyek tahap pertama ini akan memproduksi Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) atau Green Diesel, produk biofuel generasi kedua dari Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oil (RBDPO).

Biofuel juga akan berkontribusi terhadap G20 untuk menciptakan green economy dan membentuk kerja sama internasional yang lebih erat antarnegara.

Meskipun sumber biofuel terbatas pada negara-negara tertentu, namun sektor ekonomi hilir biofuel dan turunannya berhubungan dengan semua negara anggota G20.

"Hal ini akan membuat kerja sama internasional dalam transisi energi dan green economy dari biofuel memiliki peran yang lebih signifikan," ujarnya.

Dalam hal teknologi inovatif, kerja sama dan kemitraan internasional akan memperkuat jalur pengembangan teknologi yang lebih maju untuk industri biofuel, terutama di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang.

"Selain itu, kemitraan internasional dalam biofuel economy akan meningkatkan pemanfaatan biofuel yang lebih luas dan berkelanjutan di sektor transportasi dan sektor terkait energi lainnya, akibat dari signifikansi biofuel dan sektor bioenergi lainnya untuk energi dan ekonomi di masa depan," pungkas Yudo.