JAKARTA - Krisis listrik yang menimpa India akibat gelombang hawa panas turut mengerek permintaan batu bara Indonesia.
Akibatnya, Harga Batubara Acuan (HBA) bulan Juni 2022 naik 17 persen atau 48,27 dolar AS per ton menjadi 323,91 dolar AS per ton dari bulan Mei lalu, yaitu 275,64 dolar AS per ton.
"Pemerintah India telah meningkatkan jumlah impor batubara dikarenakan ketatnya suplai batubara dari produsen domestik untuk pembangkit listriknya," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi melalui keterangan tertulisnya, Senin 6 Juni.
Selain dari India, sambung Agung, nilai HBA juga masih dipengaruhi atas kondisi kebutuhan batu bara Tiongkok.
"Permintaan mereka juga naik lantaran PLTU di sana mulai menumpuk stok batubara untuk musim gugur. Apalagi adanya kebijakan penghapusan pajak impor batubara di Tiongkok selama 9 bulan ke depan," jelasnya.
Faktor penting lain adalah kondisi geopolitik Eropa imbas konflik Rusia dan Ukraina.
Uni Eropa mengeluarkan kebijakan akan menyetop impor batubara dari Rusia efektif mulai bulas Agustus mendatang.
"Pembeli dari Eropa mulai aktif mencari pasokan batubara dari Asia," singgung Agung.
Agung menjelaskan, selama enam bulan terakhir, grafik HBA terus menanjak. Dimulai dari bulan Januari 2022 sebesar 158,50 dolar AS per ton, naik ke 188,38 dolar AS per ton di Februari.
Selanjutnya bulan Maret menyentuh angka 203,69 dolar AS per ton, April sebesar 288,40 dolar AS per ton, dan terakhir di bulan Mei lalu berada di level 275,64 dolar AS per ton.
"HBA Juni ini akan digunakan secara langsung dalam jual beli komoditas batubara (spot) selama satu bulan pada titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Veseel)," ujarnya.
HBA merupakan harga yang diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt's 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal per kg GAR, Total Moisture 8 persen, Total Sulphur 0,8 persen, dan Ash 15 persen.
Terdapat dua faktor turunan yang memengaruhi pergerakan HBA yaitu, supply dan demand.
Pada faktor turunan suplai dipengaruhi oleh season (cuaca), teknis tambang, kebijakan negara pemasok, hingga teknis di supply chain seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal.
Sementara untuk faktor turunan demand dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro.
Di samping itu, pemerintah juga menetapkan HBA domestik khusus kelistrikan sebesar 70 dolar AS per ton dan 90 dolar AS per ton diperuntukkan bagi HBA domestik untuk kebutuhan bahan bakar industri semen dan pupuk.
"Ini menjaga daya saing industri domestik dan utamanya memastikan keterjangkauan hasil produksi industri bagi masyarakat," tutup Agung.