JAKARTA – PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BNI) disebutkan telah membangun kerjasama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Jepang untuk menyiapkan Sentra Distribusi produk UMKM nasional.
Direktur Treasury and International BNI Henry Panjaitan mengatakan upaya ini ditempuh guna menekan biaya logistik dan membuat produk UMKM RI lebih kompetitif di pasar Negeri Sakura.
“Di kantor BNI Tokyo kami memiliki ruang meeting yang bisa digunakan UMKM untuk business meeting. Kami punya produk display produk UMKM, virtual business matching yang bisa langsung dijual di Jepang,” ujarnya dalam keterangan resmi pada Sabtu, 30 April.
Menurut Henry, perseroan memberikan informasi tentang karakteristik pasar Jepang pada sentra UMKM Ekspor di Indonesia yang tersebar di tujuh kota dan melakukan promosi secara terpadu.
“Sebagai perusahaan yang memiliki berbagai cabang di luar negeri, BNI memiliki visi untuk membawa Indonesia menuju dunia, termasuk Jepang, mengingat negara ini memiliki standar yang sangat tinggi untuk sebuah produk, sehingga UMKM yang bisa menembus pasar ini pun harus memiliki kemampuan yang mumpuni,” tuturnya.
Henry menambahkan, karena kualifikasi suatu produk sangat tinggi, kunci sukses produk kualitas, layanan dan after sales service.
“Disinilah peran kami untuk melakukan pendampingan agar bisa menembus pasar Jepang,” tegas dia.
BACA JUGA:
Adapun, salah satu komoditas ekspor yang cukup potensial adalah perhiasan dan mutiara. Diungkapkan Henry jika ekspor perhiasan dan mutiara telah mencapai 45 juta dolar AS per tahun.
Selain itu, produk pangan Indonesia pun mulai banyak diminati. Oleh karenanya peran diaspora Indonesia di Jepang yang menjadi agen perdagangan cukup strategis.
“Diaspora Indonesia yang tersebar di berbagai negara berperan penting dalam peningkatan ekspor, terutama bagi UMKM. Diaspora bisa menjadi penghubung serta pintu gerbang UMKM lokal untuk menembus pasar ekspor. Di Jepang sendiri ada sekitar 70.000 diaspora,” katanya.
“Peningkatan diaspora di Jepang ini karena dibutuhkan sekitar 1,3 juta tenaga kerja. Ini yang menjadi potensi mengapa diaspora bisa menjadi agen perdagangan Indonesia dengan Jepang, dan menjadi pintu masuk,” tutup Henry.