Ogah Naikan Suku Bunga Gegara Harga Pangan, BI: Dipertahankan Sampai Ada Tanda-Tanda Kenaikan dan Tekanan Inflasi
Gubernur BI Perry Warjioyo (Foto: Tangkap layar Youtube Kemenkeu)

Bagikan:

JAKARTA – Bank Indonesia (BI) secara tegas tidak akan merespon secara terburu-buru pergerakan inflasi yang terus meningkat dipicu oleh kenaikan harga bahan pangan saat ini.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan bahwa bank sentral masih akan mempertahankan suku bunga acuan 3,50 persen dalam waktu dekat. Perubahan serta penyesuaian BI rate baru akan ditempuh apabila telah memenuhi sejumlah indikator makro.

“Sejauh kebijakan suku bunga akan dipertahankan tetap 3,5 persen sampai ada tanda-tanda kenaikan dan tekanan inflasi yang bersifat fundamental,” ujarnya secara daring dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada Rabu, 13 April.

Menurut Perry, level inflasi yang kini merangkak naik belum merupakan faktor utama untuk menggeser suku bunga. Pasalnya, sejumlah harga kebutuhan pokok masih cukup terkendali.

“Jadi tekanan-tekanan harga pangan akan atau harga energi, tentu Bank Indonesia tidak akan merespon dampak pertamanya. Apabila direspon adalah dampak rambatannya kalau inflasi itu kemudian berpengaruh secara fundamental yang indikatornya tentu saja adalah inflasi inti,” tutur dia.

Lebih lanjut, bos BI itu mengungkapkan bahwa sinyal kenaikan suku bunga sebenarnya telah dikirim melalui penyerapan likuiditas di pasaran.

“Respon suku bunga akan didahului dengan langkah langkah pengurangan likuiditas atau normalisasi likuiditas yang sudah kami lakukan dengan kenaikan giro wajib minimum,” tegas dia.

Sebagai informasi, BI rate 3,50 persen merupakan level terendah sepanjang sejarah Bank Indonesia. Angka tersebut sudah menjadi acuan sejak 2020 lalu guna merespon situasi pandemi dan mendorong pemulihan ekonomi.

Adapun inflasi saat masih dalam kisaran target pemerintah, yakni 3 persen plus minus 1 persen. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut jika pada Maret 2022 telah terjadi inflasi sebesar 2,64 persen secara tahunan (year on year/yoy) atau dibandingkan dengan Maret 2021.

“Yang jelas jelaskan kebijakan suku bunga perlu didasarkan kepada perkiraan inflasi dan pertumbuhan ekonomi ke depan,” tutup Perry.