Ironi Minyak Goreng Curah: Hampir Dilarang, Kini Diburu Hingga Sulit Ditemukan
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Minyak goreng curah hampir dilarang penjualannya oleh pemerintah. Justru kini menjadi opsi bagi masyarakat ketika harga minyak goreng kemasan melonjak tinggi.

Bahkan, keberadaannya juga sulit ditemukan di beberapa wilayah usai pemerintah menetapkan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng curah sebesar Rp14.000 per liter.

Isu pelarangan minyak goreng curah sempat muncul pada 2019, saat era Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Alasannya, karena faktor kesehatan. Namun, kebijakan tersebut tak kunjung direalisasikan.

Pada era Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, wacana melarang peredaran minyak goreng curah kembali diangkat. Seiring dengan terbitnya Permendag Nomor 36 Tahun 2021 tentang Minyak Goreng Sawit Wajib Kemasan. Sebagai implementasi dari peraturan tersebut, mulai 1 Januari 2022 minyak goreng dalam bentuk curah tidak bisa diperdagangkan.

Dirangkum dari berbagai sumber, pada November 2021, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurman mengatakan kebijakan minyak goreng wajib kemasan merupakan salah satu intervensi pemerintah menghadapi harga yang stabil tinggi. Minyak goreng kemasan dianggap cenderung memiliki harga yang stabil karena daya simpannya mencapai satu tahun.

Selain karena harga yang stabil, Oke menjelaskan minyak goreng kemasan memberi jaminan keamanan pangan bagi konsumen.

Di dalam Permendag Nomor 36 Tahun 2021 juga disebutkan bahwa minyak goreng kemasan sederhana tetap harus memenuhi ketentuan dalam perundang-undangan.

Dalam perjalanannya, pada akhir 2021 Kemendag resmi membatalkan rencana melarang penularan minyak goreng curah mulai 1 Januari 2022. Dengan demikian minyak goreng curah masih boleh beredar dan dijual pada tahun ini.

Solusi, tapi sulit ditemukan

Ironisnya, kini minyak goreng curah menjadi opsi tunggal untuk mengatasi permasalahan minyak goreng di dalam negeri, setelah pemerintah mencabut HET minyak goreng kemasan dan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).

Pemerintah pun memberikan subsidi untuk minyak goreng curah, sehingga harganya menjadi Rp14.000 per liter untuk minyak goreng kelapa sawit curah, baik yang dijual di pasar swalayan maupun tradisional.

Menko Perekonomian Airlangga Hartanto mengatakan kebijakan itu diambil setelah pemerintah memperhatikan situasi penyaluran dan juga kondisi distribusi minyak goreng. Selain itu, pemberian subsidi juga dilakukan setelah melihat situasi global yang mengakibatkan kenaikan harga komoditas minyak, termasuk minyak nabati.

Airlangga menjelaskan, subsidi akan diberikan berbasis dana dari BPDP-KS. Menurut dia, harga kemasan lain tentu akan menyesuaikan dengan harga keekonomian. Sehingga diharapkan dengan nilai keekonomian tersebut minyak sawit akan tersedia di pasar modern maupun di pasar tradisional.

Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (DPP IKAPPI) menilai kebijakan pemerintah terkait HET minyak goreng curah Rp14.000 per liter belum berjalam efektif. Sebab, harga minyak goreng subsidi tersebut belum tersedia merata di pasar tradisional, bahkan harganya jauh lebih tinggi mencapai Rp20.000 per liter.

Wasekjend Kebijakan Publik DPP IKAPPI Teguh Stiawan mengatakan berdasarkan laporan yang diterima, beberapa wilayah dan beberapa daerah di pasar-pasar tradisional mengalami kesulitan distribusi minyak goreng curah. Bahkan yang menyakitkan, harga masih berada di kisaran Rp20.000, jauh di tas HET yang ditetapkan pemerintah.

"IKAPPI menilai bahwa pemerintah gagal melakukan stabilisasi harga minyak goreng curah yang sudah di tetapkan harga eceran tertingginya Rp14.000," ujarnya dikutip Minggu, 27 Maret.

Menurut Teguh, distribusi yang cukup panjang menjadi salah satu faktor pendongkrak harga minyak goreng curah yang terus menjulang tinggi.

Karena itu, IKAPPI mengingatkan kepada semua pihak termasuk Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dan produsen untuk memberikan kemudahan dalam distribusi.

"Seperti mengakses langsung terhadap pasar dan yang terpenting adalah menjaga agar minyak goreng curah membanjiri pasar tradisional," ucapnya.

Lebih lanjut, Teguh mengatakan IKAPPI berharap menjelang Ramadan, HET dapat di direalisasikan di pasar tradisional.

"Sehingga masyarakat bisa membeli minyak goreng curah dengan harga yang terjangkau dan menikmati Ramadan dengan tidak terbebani pembelanjaan yang berat bagi masyarakat," tuturnya.

Diberitakan sebelumnya, Anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade pun mempertanyakan kinerja pemerintah dalam menjamin ketersediaan minyak goreng dan menjaga kestabilan harga Minyak Goreng Curah untuk Kebutuhan Masyarakat, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil.

Adapun dalam hal ini Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.

"Ketua Umum Asosiasi Perdagangan Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Mas Sudaryono menghubungi saya, dia bilang pedagang pasar menjerit gara-gara minyak goreng curah yang dijanjikan pemerintah masih 'gaib' di pasar. Kasihan rakyat, di kasih harapan palsu terus sama pemerintah, mana kinerjanya?," kata Andre, di Jakarta, Rabu, 23 Maret.

Andre menjelaskan dalam rapat kerja Komisi VI DPR-RI lalu, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan proses produksi minyak goreng curah akan ditentukan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mulai dari produsen hingga distributor.

Apalagi kini, Kemenperin telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Curah untuk Kebutuhan Masyarakat, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

"Peraturan tersebut kan mengatur kewajiban penyediaan Minyak Goreng Curah di dalam negeri. Tapi nyatanya, ada 16 ribu pasar yang ada di Indonesia yang memiliki anggota dan pengurus APPSI tidak menemukan minyak goreng curah tersebut dengan harga Rp14.000 per liter atau Rp15.500 per kilogram sesuai dengan Permendag Nomor 11 Tahun 2022," sesal Andre.