JAKARTA - Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengaki hingga saat ini harga listrik dari energi terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) belum murah. Namun optimis harga listri EBT akan terus turun seiring berjalannya waktu.
Darmawan mengacu pada kontrak tahun 2015 di mana harga listrik yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebesar 25 sen per kWh. Kemudian pada 2017 turun menjadi 10 sen per kWh dan pada akhir tahun 2020 mendekati 3,8 sen per kWh.
"Selama 5 tahun ada pengurangan 80 persen. Memang saat ini belum murah tapi dengan adanya penurunan yang signifikan beberapa tahun ini, kami yakin ke depannya akan semakin murah," ujarnya dalam konferensi pers Energy Transitions Working Group yang disiarkan melalui kanal youtube, dikutip Jumat 25 Maret.
Untuk itu Dharmawan menargetkan akan terus menurunkan harga baterai untuk membuat energi surya lebih terjangkau sehingga proses transisi energi terbarukan terjadi lebih cepat.
Ia juga membandingkannya dengan pembangkit listrik tenaga bayu atau angin di tahun 2015 yang harganya mencapai 50 sen per kwh. Namun kini sudah turun mendekati 12-13 sen per kwh.
Sementara itu, untuk Pembangkit Listrik Tenaga DIesel (PLTD) harga listrik berada pada kisaran 28 sen per kwh, itu pun dengan asumsi minyak 63 dolar AS per barel.
"Kalau disesuaikan dengan harga minyak dunia yang sudah menyentuh 100 dolar AS per barel lebih maka jelas akan lebih mahal," lanjutnya.
Untuk itu dirinya meyakini, transisi energi dari fosil ke EBT semakin diperlukan karena memiliki harga keekonomian yang relatif lebih murah.
BACA JUGA:
"Teknologi dan inovasi bisa menekan harga dari pembangkit EBT dan bisa menjawab dilema antara energi bersih tapi mahal atau energi kotor tapi murah. Ini bisa dijawab, bahwa dalam kurun waktu energi bersih dan murah bisa dicapai," tegas Darmawan.
Untuk mengurangi emisi karbon dan meningkatkan bauran energi bersih, PT PLN (Persero) melakukan program dieselisasi atau konversi sekitar 5.200 pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang saat ini masih beroperasi di sejumlah wilayah, khususnya di wilayah terpencil. PLTD ini nantinya akan dikonversi ke pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT), pembangkit gas, maupun integrasi dengan grid nasional.
Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, menegaskan program dieselisasi ini menjadi program kunci dalam peta jalan yang telah disusun oleh Kementerian ESDM untuk menekan emisi gas rumah kaca (GRK) untuk mencapai target Net Zero Emission 2060.