JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani nampaknya menjadi sedikit figur sentral yang bisa menjadi saksi sekaligus pelaku sejarah dalam tiga krisis ekonomi besar yang dihadapi Indonesia dalam 30 tahun terakhir.
Menurut penuturannya, Indonesia memiliki keunikan tersendiri. Indonesia dianggap mampu mencari jalan keluar untuk terlepas dari belenggu tekanan. Tidak hanya itu, RI dinilainya bisa rebound untuk bangkit lebih kuat pasca diterpa situasi genting.
“Dari tiga episode krisis dalam 30 tahun terakhir, Alhamdulillah Indonesia bisa selalu keluar dari krisis dan bahkan pulih lebih kuat (recover stronger), menjadi dan menggunakan kesempatan krisis untuk memperbaiki, mereformasi, memperkuat. Ini adalah perjalanan negara kita,” katanya melalui saluran virtual saat memberikan pembekalan kepada para penerima beasiswa LPDP, dikutip Rabu, 16 Maret.
Menkeu menjelaskan Indonesia adalah negara yang ulet dalam menghadapi tekanan dan tantangan dari berbagai macam krisis, mulai dari krisis 1997-1998, krisis global 2008-2009, hingga pandemi COVID-19 pada 2020.
Untuk diketahui, pada kemelut di penghujung dekade 90-an, Sri Mulyani baru saja pulang ke Tanah Air setelah menyelesaikan pendidikan Doctor of Philosophy (PhD) di Amerika Serikat.
“Saat 1997-1998 itu menjadi tempat bagi kita semua untuk bisa mengendalikan krisis. Saya sebagai ekonom muda yang baru kembali ke Indonesia mendapat banyak kesempatan untuk melakukan aktivitas-aktivitas penanganan krisis, termasuk saat itu melalui Universitas Indonesia,” ujarnya.
Lompat setelah masa ini ke periode krisis global 2008-2009, Sri Mulyani menjadi salah satu tokoh kunci kelahiran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai badan pengawas industri keuangan. Disini, dia mewakili posisi pemerintah tatkala mengemban amanah sebagai Menteri Keuangan di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
BACA JUGA:
Hingga kini, peran OJK dalam mengawasi dan melindungi sektor jasa keuangan terus diperkuat melalui sejumlah langkah strategis hasil kolaborasi pemerintah dan DPR.
Sekarang, ketika terjadi Pandemi COVID-19, Sri Mulyani berperan besar terhadap berbagai pembaharuan kebijakan negara. Hal ini dapat dilihat dari hadirnya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) serta Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah dan Daerah (HKPD).
Melalui sepasang beleid tersebut, pemerintah mempunyai acuan baru dalam skema perpajakan nasional serta pengembangan instrumen baru pada sistem ketatakelolaan keuangan negara pusat dan daerah.
“Dan tahun 2020-2022 saat kita menghadapi pandemi, kita juga melakukan banyak sekali reform,” tegasnya.
Disebutkan bahwa reformasi yang dilakukan, baik itu reformasi struktural maupun fiskal, bertujuan untuk membangun fondasi ekonomi yang semakin kuat.
“Tekanan dan tantangan bisa menimbulkan krisis tapi tidak menghancurkan kita. Kita bahkan kemudian bangkit kembali menjadi negara yang lebih kuat,” tutup Menkeu Sri Mulyani.