JAKARTA - PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR) terus berupaya menambah permodalannya. Untuk merealisasikan hal itu, bank yang dikenal dengan nama Bank BJB memilih jalur pasar modal.
Salah satunya melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD). Perseroan menargetkan dana hingga Rp924,99 miliar dalam aksi yang disebut rights issue ini.
Bahkan, Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi menyampaikan, pada hari pertama rights issue, target perolehan dana Bank BJB sudah menembus 75 persen.
"Hari pertama perdagangan HMETD minat investor sangat baik. Karena dari total target yang ditetapkan, 75 persen diserap oleh pemegang saham," katanya dalam keterangan dikutip Antara, Jumat 11 Maret.
Yuddy menegaskan sikap optimisnya terkait penyerapan right issue, mengingat masa perdagangan sampai tanggal 16 Maret 2022.
Disamping right issue, Bank BJB juga berencana untuk menerbitkan kembali obligasi subordinasi sebanyak-banyaknya hingga Rp1 triliun.
Yuddy Renaldi memaparkan capaian kinerja bisnis positif BJB selama tahun 2021 dimana laba sebelum pajak secara konsolidasi mencapai sebesar Rp2,6 triliun.
"Dengan pertumbuhan interest income 21,6 persen yang diikuti oleh pertumbuhan fee based income 36,9 persen yang bersumber dari digital channel Bank BJB yang juga tumbuh 42,4 persen year on year, dengan pembentukan pencadangan yang lebih solid untuk memperkuat balance sheet Bank BJB," ujarnya.
BACA JUGA:
Total asset Bank BJB, lanjut dia, juga tumbuh positif 12,4 persen atau sebesar Rp158,4 triliun dan menjadi yang terbesar di antara Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Indonesia atau termasuk ke dalam 14 besar di industri perbankan nasional.
Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank BJB juga meningkat 14,3 persen menjadi sebesar Rp121,6 triliun atau tumbuh di atas rata-rata industri perbankan yang hanya berada di level 12,2 persen (SPI OJK: Desember 2021), dengan biaya dana yang semakin efisien tercermin melalui cost of fund yang jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Selain itu kredit Bank BJB mencatatkan pertumbuhan 7,4 persen atau Rp102,2 triliun yang juga tumbuh di atas rata-rata industri perbankan yang hanya berada di level 5,2 persen (SPI OJK : Desember 2021), pertumbuhan kredit dimotori dari berbagai segmen mulai dari konsumer, korporasi dan komersial, UMKM, serta KPR.
Begitu juga dengan NPL bisa terjaga di level 1,2 persen di bawah rata-rata industri perbankan.