JAKARTA - Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional terus mendukung produk-produk buatan Indonesia mendunia, salah satunya furnitur. Dukungan tersebut direalisasikan melalui program Aku Siap Ekspor (ASE) 2.0. Program ini merupakan program lanjutan dari sebelumnya, namun dengan cakupan produk dan jangkauan pasar ekspor yang lebih luas.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Didi Sumedi mengatakan bahwa alasan program tersebut diluncurkan adalah ASE tahap ke-1 disambut dengan antusias oleh eksportir. Karena itu, Kemendag pun meluncurkan program kedua dengan nama ASE 2.0.
"Cakupan program ini diperluas, bukan hanya produk dekorasi rumah, tetapi juga furnitur dan produk gaya hidup," katanya dalam keterangan resmi, dikutip Kamis, 24 Februari.
Didi melanjutkan, target pasar ASE 2.0 diperluas dengan merambah ke negara yang memiliki perjanjian dagang dengan Indonesia, baik secara regional maupun bilateral di antaranya Jepang, Australia, Swiss, Norwegia, Korea Selatan, Chile, Tiongkok, Mozambik, dan negara kawasan ASEAN.
"Diharapkan eksportir Indonesia lebih proaktif memanfaatkan preferensi penurunan tarif serta mendorong pengembangan ekspor ke negara-negara nontradisional," tandasnya.
Dalam program ini, Kemendag kembali bekerja sama dengan instansi lain untuk memaksimalkan capaian. Kerja sama dilakukan di antaranya dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas), Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Business and Export Development Organization (BEDO).
Beri pendampingan pelaku usaha
Direktur Kerja Sama Pengembangan Ekspor Made Marthini selaku Koordinator Program ASE mengatakan program ini ditargetkan memberikan pendampingan kepada 50 pelaku usaha yang sebelumnya akan diseleksi secara ketat.
"Perusahaan yang telah lolos seleksi diwajibkan merangkul pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di luar Jawa dan Bali sebagai mitra pemasok atau UMKM asuh untuk menciptakan efek yang lebih besar," kata Made.
Made menjelaskan bahwa pola kemitraan tersebut sangat ideal karena eksportir dan pelaku UMKM dapat saling membantu dan berkolaborasi. Program ini didesain khusus bagi perusahaan yang telah memiliki
kapasitas ekspor.
Lebih lanjut, Made menjelaskan program akan berlangsung selama satu tahun yang terdiri atas lokakarya baik daring maupun luring dengan praktik simulasi, tugas, temu bisnis, pendampingan privat, misi orientasi pasar lokal; serta keikutsertaan pameran dalam dan luar negeri seperti Indonesia International Furniture Expo (IFEX), Trade Expo Indonesia (TEI), atau pameran internasional lainnya.
"Pelaku usaha akan mendapat pengetahuan untuk mengekspor produknya dari para tenaga ahli yang terlibat dan dapat meningkatkan omzet senilai 50.000 dolar AS atau senilai 2,5 juta dolar untuk 50 UKM setelah mengikuti program ini," ucapnya.
Sebelumnya, ASE tahap ke- 1 telah dilaksanakan sejak Juni 2021 dan telah memasuki pertengahan jalan. Dalam perjalannya, program ini sukses membukukan potensi transaksi ekspor sebesar 377.889 dolar AS atau sebesar Rp5,6 miliar, serta transaksi potensial untuk pasar domestik sebesar Rp6,8 miliar.
Selain ASE, Ditjen Pengembangan Ekspor Nasional telah mengembangkan berbagai program kerja sama ekspor lainnya. Misalnya, BNI Expora, LPEI, CBI Belanda, SIPPO Swiss, AOI, program Pemenuhan Pelayanan Haji, TFO Kanada, IPD Jerman, HKTDC.
Program ini merupakan upaya nyata Kemendag beserta pemangku kepentingan lainnya dalam memajukan sektor dan meningkatkan kinerja ekspor Indonesia.