Permanaker Nomor 2/2022 Bahas JHT Baru Bisa Dicairkan Saat Usia 56 Tahun, Komisi IX:  Mestinya <i>Sounding</i> Dulu ke DPR
Anggota Komisi IX Saleh Partaonan Daulay. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi IX Saleh Partaonan Daulay, merespons Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2/2022 tentang Jaminan Hari Tua (JHT) hanya bisa dicairkan pada usia peserta 56 tahun.

Saleh mengaku, belum mendapat keterangan yang jelas dan lengkap terkait permenaker No. 2/2020 itu. Dalam rapat-rapat dengan Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan, kata dia, perubahan tentang mekanisme penarikan JHT tidak dibicarakan secara khusus. Bahkan dapat dikatakan, belum disampaikan secara komprehensif.

"Mestinya, rencana terkait penetapan kebijakan ini sudah di-sounding dulu ke DPR. Mulai dari payung hukumnya, manfaatnya bagi pekerja, sampai pada keberlangsungan program JHT ke depan. Dengan begitu, kalau ditanya, kita juga bisa menjelaskan," ujar Saleh dalam keterangan yang diterima VOI, Minggu, 13 Februari.

Terkait permenaker, menurut Ketua Fraksi PAN DPR itu, harus dipastikan agar tidak merugikan para pekerja. Sejauh ini, Saleh mendengar masih banyak penolakan dari asosiasi dan serikat pekerja. Dia khawatir, penolakan ini akan menyebabkan tidak efektifnya kebijakan tersebut.

"Para pekerja kelihatannya merasa sering ditinggalkan. Ada banyak kebijakan pemerintah yang seakan diputus secara sepihak, mulai dari UU Ciptaker sampai pada persoalan upah minum. Hari ini, ada pula persoalan JHT yang hanya bisa ditarik setelah 56 tahun," jelas Saleh.

Diketahui Saleh, alasan pemerintah memberlakukan kebijakan ini adalah agar tidak terjadi double klaim. Di satu pihak ada jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), di pihak lain ada JHT.

"Lalu, katanya, kebijakan ini juga dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi JHT ke tujuan awalnya. Masalahnya, JKP itu kan payung hukumnya adalah UU Ciptaker. Apakah sudah bisa diberlakukan? Bukankah permenaker ini dikeluarkan setelah putusan MK yang menyatakan UU ciptaker inkonstitusional bersyarat?," bebernya.

"Kalau pun misalnya JKP sudah boleh diberlakukan, lalu mengapa JHT harus 56 tahun? Apa tidak boleh misalnya diambil berdasarkan situasi dan kondisi pekerja? Katakanlah, misalnya, karena kondisi pekerja yang sangat sulit, lalu dibolehkan dapat JKP dan JHT? Atau banyak opsi lain yang dimungkinkan," sambung dia.

Legislator PAN Dapil Sumatera Utara II itu menilai, kebijakan tersebut kurang sosialisasi. Artinya, kata Saleh, kementerian ketenagakerjaan belum maksimal mengedukasi masyarakat terkait JKP.

"Kalau betul JKP ini bagus, tentu masyarakat akan mendukung," katanya.

Buka ruang diskusi

Saleh menambahkan, Permenaker No. 2/2020 masih sangat layak untuk diperbincangkan di publik untuk mendapatkan masukan dari masyarakat, terutama dari kalangan pekerja. Kalau hasil diskusi publik ternyata menyebut bahwa permenaker ini merugikan para pekerja, Komisi IX DPR mendorong agar permenaker ini dicabut.

"Harus dibuka ruang untuk diskusi. Tidak baik juga kalau suatu kebijakan strategis tidak melibatkan pihak-pihak terkait," tandas Saleh.

Diketahui, JHT hanya bisa dicairkan pada usia peserta 56 tahun tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2/2022 ini juga sekaligus mencabut Peraturan Menteri Nomor 19 tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Manfaat Jaminan Hari Tua.

Peraturan Menteri yang telah diundangkan pada 4 Februari 2022 itu, menyebutkan dalam pasal 3 bahwa manfaat JHT baru dapat diberikan saat peserta masuk masa pensiun di usia 56 tahun.

Selanjutnya, dalam Pasal 4 disebutkan bahwa manfaat JHT bagi peserta yang mencapai usia pensiun itu juga termasuk peserta yang berhenti bekerja.

Dengan aturan baru itu, bagi buruh yang di PHK atau mengundurkan diri, baru bisa mengambil dana Jaminan Hari Tuanya saat usia pensiun.