Bagikan:

JAKARTA - Nama Pras dan Erika, minggu ini menjadi perbincangan warganet. Sayangnya nama mereka melambung bukan karena prestasi. Warganet membicarakan keduanya karena konten Youtube unggahan mereka yang dinilai kurang pantas. 

Unggahan video pasangan suami istri, itu acap kali menimbulkan komentar negatif. Bahkan tak jarang konten yang dibuatnya menjurus ke arah pornografi. Padahal kita tahu, pengguna Youtube di Indonesia bukan hanya orang dewasa tapi juga anak-anak.

""Dont make stupid people famous.","

Internet

Mungkin umpatan kata 'bodoh' akan cocok mengibaratkan orang-orang semacam ini dalam membuat konten, tanpa memikirkan sebab akibatnya. Hal ini juga berujung pada ratusan bahkan ribuan konten tidak jelas di media sosial, yang ingin mengikuti kepopuleran video viral tersebut.

Hal ini lantas menimbulkan banyak pertanyaan, mengapa konten Youtube di Indonesia kini hanya jadi ajang mencari sensasi?

Psikolog dari Universitas Indonesia, Rose Mini Agoes Salim kemudian menjelaskannya pada VOI. Analisisnya, orang memang bisa cepat meraih eksistensi di media sosial dengan menciptakan konten penuh sensasi. Tak heran, mengapa banyak orang yang menciptakan konten penuh sensasi bahkan tega melanggar norma.

"Banyak orang yang senang mendapatkan recognation, agar ditoleh orang, atau di media sosial agar di-like. Caranya adalah dengan menciptakan konten (dengan sensasi) semacam itu," kata Rose Mini saat dihubungi via sambungan telepon, Sabtu 9 November.

Menurut Rose Mini, pengunggah konten negatif yang berbau seksualitas ini tak paham  dengan akibat yang bakal mereka terima. Salah satu dampak yang paling bisa dirasakan pada pengunggah konten tersebut adalah pribadi mudah dibaca oleh warganet. Para pengunggah konten bodoh ini, dianggap Rose Mini juga tak melihat dampak ke depan dari para penonton konten mereka.

"Yang penting semua orang nge-like," tegas perempuan yang akrab disapa Bunda Rose ini. 

Ketua Program Studi Terapan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini tak menampik, banyak masyarakat yang ingin terkenal lewat media sosial. Sebab belakangan, dia melihat ada fenomena orang-orang yang cenderung melakukan hoaks atau sensasi tak penting lainnya justru terkenal di sosial media. 

Padahal, seluruh sensasi yang mereka unggah lewat akun media sosial bisa saja memicu orang lain untuk membuat konten yang sama. Sedangkan untuk konten yang berbau pornografi, hal semacam ini bisa membuat anak di bawah umur untuk mencoba. 

"Kalau konten semacam ini dilakukan oleh remaja yang belum punya suami istri, bagaimana? Jadi secara moral orang yang mem-posting itu tidak pernah pernah berpikir bahwa kontennya akan berdampak besar bagi orang lain. Yang penting, orang lihat konten yang dibuatnya," jelasnya.

Content creator Mindplace Studio, Grafik juga menyoroti banyaknya konten bodoh di YouTube. Lewat pesan singkat dia mengatakan konten yang diunggah oleh Pras dan Erika ini cukup meresahkan bagi para pembuat konten di YouTube. Apalagi, konten semacam ini ternyata banyak penontonnya. 

"Kalau konten nyampah begitu sebenarnya kita takut juga. Apalagi sekarang anak-anak mudah banget akses internet. Kalau dulu kan, hanya kelas menengah ke atas yang bisa akses karena kuota internet tapi sekarang siapa saja bisa," katanya.

Pria yang tinggal di Yogyakarta ini mengatakan, membuat konten YouTube sebenarnya tak bisa asal sensasi. Menurutnya, ada standardisasi dalam membuat konten YouTube. Salah satunya, adalah konten yang diunggah ke platform media sosial ini harus bisa dinikmati oleh semua kalangan. 

"Kalaupun GTA atau PUBG yang jadi konten seperti yang dibuat oleh MindPlace dan ada tembak-tembakannya, kan itu memang games. Bukan hal yang aneh-aneh," tegasnya.

Kepada Grafik, kami juga mempertanyakan mengapa youtuber seringkali menggunakan klikbait dan thumbnail yang tidak sesuai dengan isi video. Menurut dia, hal ini sengaja dilakukan agar banyak orang yang tertarik menonton video itu. Hanya saja, hal ini sering disalahgunakan oleh pengunggah konten yang tak bertanggungjawab.

"Banyak yang salah gunakan itu jadi lebay. Enggak cuma itu, apa yang dibahas di thumbnail maupun judul seringkali tak jadi dasar dari video yang diunggah," jelas dia.

Banyaknya konten meresahkan di Youtube ini juga kami tanyakan secara langsung kepada Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Johnny Gerald Plate. Kepada VOI, Johnny menyebut sudah ada tim di kementeriannya untuk melihat lalu lintas dan kualitas konten maupun percakapan di berbagai platform media sosial. Tim Cyber Platform Kemenkominfo ini, dia bilang bertugas memantau segala unggahan termasuk di Youtube.

Selain memantau, tim ini juga bisa melakukan penindakan berupa pemblokiran terhadap konten maupun platform media sosial yang dianggap melanggar aturan berinternet di Indonesia. "Kalau masih ada, ya UU ITE kan juga sudah mengatur sanksi pidana dan perdata," tegas dia saat ditemui di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat.

Ke depan, Johnny juga mengatakan dia akan membuka komunikasi kepada pihak YouTube seperti yang pernah dilakukan Indonesia dengan Facebook. Tujuannya, agar YouTube bisa membantu penyaringan penyebaran konten negatif di Indonesia.

"Nanti kita akan bangun komunikasi untuk bersama-sama membantu agar penggunaan media digital ini bisa dilakukan dengan sehat dan baik," tutupnya.