Bagikan:

JAKARTA - Perdana Menteri (PM) Malta Joseph Muscat mengumumkan dirinya akan mundur dari jabatannya pada pertengahan Januari 2020. Pengunduran diri Muscat dilakukan di tengah investigasi pembunuhan seorang jurnalis bernama Daphne Caruana Galizia yang tewas pada 2017.

"Setiap hari selama 2 tahun belakangan ini saya telah menanggung tanggung jawab dan membuat keputusan sendiri. Saya membuat keputusan-keputusan terbaik untuk kasus tersebut dan saya meyakini bahwa beberapa keputusan baik, dan lainnya bisa saja lebih baik," ujar Muscat, dilansir dari CNN, Selasa 3 Desember. 

Pengunduran dirinya dilakukan setelah seorang konglomerat bernama Yorgen Fenech mengaku menjadi perantara dalam pembunuhan tersebut. Ia membayar ketiga pelaku untuk melancarkan aksi pembunuhan.

Fenech juga mengaku bahwa temannya yang juga merupakan orang terdekat Muscat, Keith Schembri, menerima tugas untuk membunuh Galizia. Schembri sempat ditahan polisi untuk dimintai keterangan namun akhirnya dibebaskan karena tidak menemukan bukti apa-apa terkait pembunuhan Galizia. 

Dalam waktu yang berdekatan, Menteri Ekonomi Malta Chris Cardona, kembali bertugas setelah posisinya ditangguhkan untuk pemeriksaan dirinya dalam kasus pembunuhan Galizia. Namun ia membantah terlibat dalam pembunuhan tersebut dan polisi pun melepaskannya karena tidak ada bukti. 

"Malta adalah bagian dari Eropa, ini menjadi perhatian kita semua," kata Sophie de Veld, anggota parlemen liberal Belanda yang akan mengambil bagian dalam misi pencarian fakta ke Malta, dilansir dari EU Observer

"Muscat perlu menjelaskan bagaimana dia ingin menjalankan aturan hukum setelah bertahun-tahun mempertahankan para menteri yang berbuat salah," ujar Sven Giegold, seorang anggota parlemen Eropa dari Jerman.

Galizia adalah seorang jurnalis yang terkenal akan keaktifannya dalam investigasi kasus korupsi di pemerintahan Malta. Ia tewas akibat bom yang dipasang di mobilnya meledak saat perjalanan pulang. Keluarganya mencurigai bahwa ada orang yang ingin membunuhnya karena Galizia yang aktif dalam kasus korupsi.

Selain itu, keluarga Galizia juga yakin bahwa Muscat melindungi orang-orang sekitarnya yang dicurigai terlibat dalam pembunuhan Galizia. Hasil liputan Galizia, termasuk penelitiannya tentang warga Malta yang terlibat dalam Panama Papers, membuat Galizia dimusuhi beberapa kalangan.

Sebelum terbunuh, Galizia mendapatkan berbagai teror seperti anjing kesayangannya yang dibunuh dengan digorok dan pembakaran rumahnya ketika ia terlelap. Hal tersebut diyakini sebagai usaha pembunuhan karena pintu belakang rumahnya ditutup dengan tumpukan ban bekas oleh pelaku. 

Pada Desember 2017, 10 orang ditahan sehubungan dengan kasus bom mobil yang menewaskan Caruana Galizia. Penahanan pada saat itu dilakukan setelah pemerintahan Malta mendapat tekanan dari Uni Eropa. Saat itu Uni Eropa menuntut Malta agar menunjukkan iktikad baiknya dalam menyelidiki pembunuhan Galizia.

Tujuh orang yang ditahan akhirnya dilepaskan, tetapi dua orang bersaudara Alfred dan George Degiorgio bersama dengan Vincent Muscat -yang tidak memiliki relasi dengan Joseph Muscat- didakwa atas pembunuhan Galizia.

Mereka bertiga sempat mengaku tidak bersalah dalam proses pra-persidangan. Namun Vincent Muscat akhirnya mengaku bahwa ia yang menempatkan bom di mobil Galizia saat diparkir di dekat rumahnya. Para pembunuh mendapatkan bayaran dengan total 150.000 euro.