JAKARTA - Beberapa waktu lalu PDI Perjuangan (PDIP) menggelar acara di Semarang, Jawa Tengah. Ketua DPP Puan Maharani hadir. Sementara, Gubernur Ganjar Pranowo, kader PDIP yang juga tuan rumah justru tak nampak. Dinamika menuju 2024 tercium. Bagaimana publik merespons ini? Kami memantau keramaian lewat media monitoring, Netray.
Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia, Andriadi Achmad menyebut ada kekhawatiran soal popularitas yang dibangun Ganjar lewat media sosial. Popularitas itu bisa berbahaya bagi Puan yang menurutnya telah lama dipersiapkan sosok yang akan dimajukan PDIP dalam Pemilu 2024 mendatang.
"Posisi Ganjar Pranowo sebetulnya dilematis. Walaupun elektabilitasnya cukup tinggi sebagai capres 2024. Tentu siapa yang akan diajukan sebagai Capres 2024 ada di tangan Megawati sebagai Ketua Umum PDIP," kata Andriadi.
"Karena itu, kehadiran Ganjar Pranowo yang dianggap tengah gencar membangun popularitas dan elektabilitas bisa menutupi posisi Puan Maharani sebagai Capres 2024," tambah dia.
Analis politik lain, Pangi Syarwi Chaniago menyoroti dinamika ini dari sisi kekuatan Trah Megawati. Puan, sebagai anak kandung Megawati tentu memiliki keistimewaan posisi di dalam partai. Posisi Ganjar yang memiliki modal popularitas tinggi bisa mengancam langkah Puan di 2024.
"Sekarang PDIP itu Megawati. Puan adalah anak Megawati. PDIP itu habitusnya tegak lurus," tutur pengajar di UIN Syarif Hidayatullah itu.
Meski begitu, sebagaimana dibahas dalam artikel Sebab-Sebab Dugaan Penjegalan Ganjar oleh PDIP, kita juga menyaksikan anomali dalam tradisi dinasti politik di PDIP ketika Jokowi diusung maju sebagai presiden, bahkan dua periode. Pandangan tentang kekuatan absolut trah Megawati ataupun Soekarno sejatinya patah juga saat itu.
"Artinya calon presiden dari PDIP ada ruang gerak di luar trah Soekarno," tutur Pangi.
Laporan statistik topik Ganjar Vs Puan
Pemantauan terhadap tema ini dilakukan dengan menggunakan kata kunci "Ganjar Pranowo" dan "Puan Maharani". Hasilnya ditemukan 591 artikel dari 90 laman media massa daring yang mengandung kata kunci tersebut. Pemantauan dilakukan selama periode 19 Mei hingga 25 Mei 2021.
Hampir setiap hari selalu muncul artikel yang membicarakan Ganjar dan Puan atau salah satu dari mereka. Namun intensitas pemberitaan menanjak ketika informasi tak diundangnya Ganjar ke acara pembukaan Pameran Foto Esai Marhaen dan Foto Bangunan Cagar Budaya di Panti Marhaen, Sabtu, 22 Mei beredar.
Dari rangkuman Netray ditemukan setidaknya 349 berita ditulis dengan sentimen positif. Sedangkan 146 laporan lain memiliki pembahasan bertendensi negatif. Netray juga menganalisis grafik Word Clouds untuk melihat sebab gesekan antara Ganjar dan Puan. Dari pantauan itu ditemukan kata "elektabilitas", "survei", serta "capres".
Kata-kata di atas jadi yang paling sering digunakan media massa dalam laporan mereka. Kata-kata tersebut bersanding dengan kata pengarahan, kader, dan diundang. Lalu kenapa Ganjar terkesan dikucilkan? Elektabilitas jadi kelompok kata yang menjawab pertanyaan itu. Meski tak seratus persen benar karena kesimpulan didasari oleh framing media massa.
Tapi nama Ganjar dan kata elektabilitas memang terkait erat dengan sentimen positif. Elektabilitas Ganjar meroket dalam sejumlah survei. Ganjar bersaing ketat dengan beberapa nama politikus, seperti Gubernur Anies Baswedan atau Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, bahkan Prabowo Subianto jadi kandidat paling populer.
*Baca Informasi lain soal PDIP atau baca tulisan menarik lain dari Nailin In Saroh juga Yudhistira Mahabharata.