Bagikan:

JAKARTA – Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Presiden Joko Widodo menurun. Bahkan ketika Jokowi dikabarkan melarang Kaesang Pangarep maju dalam Pilkada Serentak 2024 sebagian besar masyarakat menyangsikan ucapannya.

Belum lama ini Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan hak uji materi (HUM) yang dimohonkan oleh Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana. Uji materi terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) ini dilakukan terkait aturan batas minimal usia calon gubernur dan wakil gubernur.

Atas putusan ini, seseorang dapat mencalonkan diri sebagai calon gubernur dan wakil gubernur jika berusia 30 tahun ketika dilantik, bukan ketika ditetapkan sebagai pasangan calon. Sementara untuk calon bupati dan wakil bupati serta calon wali kota dan wakil wali kota memiliki batas usia 25 tahun saat dilantik.

Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep (kanan) berorasi di hadapan para kader dan simpatisan PSI dalam kampanye akbar di Lapangan Temanggal, Desa Puwomartani, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. (ANTARA/ Anita Permata Dewi)

Putusan tersebut dianggap kembali menguntungkan keluarga Presiden Jokowi. Publik mengaitkan putusan ini sebagai karpet merah untuk Ketua Umum PSI yang juga putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, untuk terlibat dalam Pilkada Serentak 2024.

Opini tersebut diperkuat dengan beredarnya kabar Kaesang akan maju dalam Pemilihan Gubernur DK Jakarta tahun ini. Ia disebut-sebut bakal diduetkan dengan Budi Djiwandono, politikus Gerindra sekaligus keponakan Prabowo Subianto.

Omongan Sulit Dipegang

Namun ketika rumor Kaesang bakal maju di Pilkada Jakarta 2024 terlanjur menyebar di seantero negeri, Jokowi berusaha meredam. Katanya, eks Gubernur DKI Jakarta ini belum akan mengizinkan Si Bungsu terjun ke Pilkada.

Cerita tersebut diungkap Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan. Ia mengaku cerita ini disampaikan Jokowi setelah rapat pada Senin (3/6/2024).

“Tadi saya tanya sama Bapak (Jokowi) habis rapat, ‘Pak, gimana kalau Kaesang maju Wagub Jakarta?’ ‘Waduh, jangan Pak Zul’” tutur pria yang akrab disapai Zulhas, menirukan ucapan Jokowi.

Sayangnya, klaim Zulhas tidak membuat orang langsung percaya. Publik sepertinya sudah terlanjur memiliki trust issue dengan Jokowi. Pengamat politik dan Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan track record Jokowi sebelumnya yang membuat publik sulit memercayai perkataan Sang Presiden.

Kaesang Pangarep dan kakaknya, Gibran Rakabuming dalam acara pembukaan gerai ketujuh Ternakopi di Mall of Indonesia, Jakarta. 18 Mei 2019. (ANTARA/Lia Wanadriani Santosa)

“Jokowi itu dari dulu enggak bisa dipegang omongannya. Kan sudah terbukti sejak dulu begitu, memang selalu bertolak belakang,” kata Pangi ketika dihubungi VOI.

“Konsistensinya Jokowi adalah inkonsisten. Jadi selalu berkebalikan, kalau ia bilang jangan ya berarti akan maju, begitu juga sebaliknya,” imbuh Pangi.

Pangi mengatakan, kemungkinan Kaesang Pangarep maju di ajang Pilkada sangat terbuka lebar, apalagi setelah MA menambah tafsir soal batas usia calon kepala daerah. Hal ini diyakini menjadi karpet merah bagi Kaesang, seperti yang pernah dilakukan kakaknya, Gibran Rakabuming Raka.

Gibran maju sebagai calon wakil presiden setelah MK membolehkan capres dan cawapres maju di Pilpres 2024 meski belum berusia 40 tahun, asal yang bersangkutan memiliki pengalaman sebagai kepala daerah yang dipilih melalui pemilu.

Keraguan juga diungkapkan pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin. Menurutnya, Jokowi sama seperti politikus lain yang pernyataannya bisa berubah setiap saat, sesuai dengan kepentingan.

“Sulit dipercaya. Sulit untuk bisa mengatakan bahwa Jokowi itu benar. Sulit untuk menyatakan bahwa pernyataan Jokowi itu bisa dipercaya,” ujar Ujang, mengutip Kompas.

Bahkan menurut Ujang, pernyataan Jokowi juga bisa saja sekadar gimik politik dengan tujuan memperbaiki citra dirinya di mata publik menjelang akhir masa jabatannya. Apalagi Jokowi terlanjut mendapat cap sebagai sosok yang sulit dipegang pernyataannya, terutama jika membahas langkah politik anggota keluarganya.

“Apapun itu, masyarakat sudah membaca, sudah melihat dan menilai. Dan kalau kita membaca dan menebak soal pernyataan Jokowi, ya itu bisa gimik saja,” kata Ujang.

“Dan bisa juga untuk mengembalikan citra beliau yang selama ini dianggap pernyataanya selalu berbeda-beda,” pungkasnya.

Teringat Kasus Gibran

Apa yang terjadi saat ini, di mana MA menambahkan tafsir batas usia calon kepala daerah pada Pilkada Serentak 2024 membawa kita ke kisah sebelumnya. Respon Jokowi terkait karier politik Kaesang sama persis dengan responnya kepada Gibran sebelum Pilpres 2024.

Ketika ditarik ke belakang, tepatnya pada 4 Mei 2023, Jokowi pernah ditanya awak media soal rumor duet Prabowo-Gibran untuk pilpres. Apa jawaban Jokowi kala itu?

Ia meminta publik berpikir logis karena usia Gibran yang tak memenuhi syarat menjadi capres-cawapres jika mengacu UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Waktu itu usia minimal capres-cawapres adalah 40 tahun.

Selain terkendala usia, Jokowi juga meragukan kemampuan Gibran yang baru dua tahun menjabat wali kota Solo.

Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam acara konsolidasi pemenangan Pilpres 2024 di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Minggu (10/12/2023).(Dok. Tim Komunikasi Gerindra)

Tapi apa yang terjadi? Di hadapan Prabowo setelah memimpin Apel Hari Santri Nasional 2023 di Tugu Pahlawan, Surabaya, 22 Mei 2023, Jokowi memberi restu jika putra sulungnya ingin menjadi cawapres Prabowo.

Pernyataan itu terlontar setelah MK mengabulkan gugatan uji materi soal batas usia capres-cawapres boleh di bawah 40 tahun dengan syarat pernah menjabat kepala daerah yang dipilih lewat pemilu.

Singkat cerita, Prabowo akhirnya berpasangan dengan Gibran dan mengalahkan dua pesaingnya, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.