Ide Menaikan <i>Parliamentary Threshold</i> yang Patut Dipertimbangkan
Gedung parlemen (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh mengusulkan kenaikan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold dari empat persen menjadi tujuh persen.

Dia mengatakan itu saat menemui Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto di Kantor DPP Golkar beberapa waktu yang lalu. Partai Golkar pun sepakat dengan usulan tersebut. 

Pengamat politik Hendri Satrio mengatakan, usulan baik jika semangatnya menyederhanakan partai politik di Indonesia. Sebab, dia menganggap, partai politik di Indonesia terlalu banyak. Pada Pemilu 2019, ada 16 partai yang dinyatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ikut pemilu.

"Ini usulan bagus ya, kalau memang semangatnya adalah memperkecil keberadaan partai politik atau menyederhanakan partai politik, sih, ide yang baik. Bahkan menurut saya harusnya diikuti persamaan dan kesamaan dengan yang di daerah," kata Hendri ketika dihubungi VOI lewat pesan singkat, Jumat, 13 Maret.

Selain itu, Hendri mengatakan, jika mau menaikan ambang batas parliamentery threshold, sebaiknya dibarengi dengan penurunan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold hingga nol persen. Tujuannya untuk memperbanyak calon-calon presiden dari partai yang sudah tersaring dengan ambang batas parlemen.

Kalaupun ada penolakan dari partai kecil yang saat ini tidak mencapai ambang batas parlemen seperti Partai Hanura, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Partai Berkarya, Partai Garuda, dan Perindo, bagi Hendri itu bukan masalah. Buat Hendri ini adalah bentuk sebuah persaingan yang memang harus dijalankan.

"Jadi menurut saya, semakin sedikit partai, makin enak juga rakyatnya," ungkap dia.

Hendri menerangkan, nol persen ambang batas presidensial menurutnya akan membuat semakin banyak calon presiden yang berkompetisi di pemilu. Sehingga, tak akan lagi ada pengkubuan seperti Pilpres 2014 dan Pilpres 2019. Menurutnya, dengan ambang batas nol persen, partai tak akan sembarangan mengusulkan orang menjadi presiden. Mengingat biaya politik di negara ini begitu mahal.

"Tapi minimal kita dipaksa memilih dua calon lagi dan yang akhirnya membelah kita dan akhirnya ke mana-mana," tegasnya.

Usulan Partai Golkar dan Partai NasDem ini ditanggapi beragam oleh partai yang ada di DPR. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, partainya hingga saat ini belum mengambil keputusan apapun terkait wacana itu. Namun, melihat hasil pemilu di tahun 2014 dan 2019, partainya tak akan mendapatkan masalah ketika ambang batas parlemen jadi tujuh persen.

Pada Pemilihan Legislatif 2014, partai besutan Prabowo Subianto ini mendapatkan suara sebesar 14.760.371 atau 11,81 persen suara dan menduduki peringkat ketiga nasional. 

Peringkat ini naik di Pileg 2019. Di tahun tersebut, partai ini menduduki peringkat kedua nasional dengan angka perolehan nasional mencapai 17.594.839 atau 12,57 persen suara.

"Rasanya kalau Gerindra, ambang batas tujuh persen dalam dua kali pemilu bisa melampaui tapi kita dalam demokrasi, kita pertimbangkan berbagai aspek itu ada partai-partai yang kemarin lolos empat persen. Tapi ada pemilihnya yang tentu tidak bisa kita abaikan," kata Dasco sambil menambahkan, wacana ambang batas ini akan dibahas menggelar kongres partai yang jadwalnya belum ditentukan. 

Sementara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) punya opsi lain meski menyepakati jika ambang batas parlemen ditingkatkan dari sebelumnya. 

"Kami setuju untuk dinaikkan tetapi kalau tujuh persen akan terlalu banyak rakyat yang tidak terwakili dan kalau rakyat tidak terwakili, nama DPR Dewan Perwakilan Rakyat tidak tepat," kata Wakil Ketua Majelis Syuro DPP PKS Hidayat Nur Wahid.

"Jangankan naik tujuh persen, enam persen saja masih sulit," imbuh dia.

Apalagi, jika melihat dari Pileg 2019 lalu, hanya ada tiga partai yang mampu meraih suara di atas tujuh persen. Sedangkan sisanya di bawah tujuh persen. "Jadi menurut saya, tiga dan empat partai itu belum mewakili realita tentang pengelompokan politik di masyarakat."

Alih-alih tujuh persen, PKS sepakat jika kenaikan ini hanya lima persen atau satu poin dari persentase sebelumnya. Sehingga keterwakilan di DPR akan lebih banyak.

Senada dengan PKS, PDI Perjuangan yang merupakan partai penguasa di DPR juga sepakat kenaikan ambang batas parlemen di angka lima persen. Keputusan ini sudah bulat mereka ambil, setelah Kongres V PDIP di Bali pada 2019 lalu dan Rakernas PDIP di Jakarta 2020 yang lalu.

"Sesuai keputusan kongres yang diperkuat dalam rakernas, PDIP mengusulkan PT 5 persen, tetapi berjenjang ke bawah," kata Sekjen PDIP melalui keterangan tertulisnya seperti dikutip pada Jumat, 13 Maret.

Adapun maksud parliamentery threshold lima persen namun berjenjang ke bawah adalah untuk DPR RI lima persen, DPRD Provinsi empat persen, dan tiga persen untuk DPRD Kota.

Namun demikian, Hasto mengatakan PDIP tetap memerhatikan dan menghargai Partai Golkar dan Partai Nasdem yang ingin menaikkan angka PT menjadi 7 persen. "Karena Golkar dan Nasdem mengusulkan 7 persen, kami juga harus memerhatikan bagaimana musyawarah guna membangun demokrasi yang lebih sehat," jelasnya.

Apalagi di era banyaknya partai politik seperti saat ini, diperlukan pula multipartai yang sederhana. "Ini dalam rangka penguatan sistem presidensial itu sendiri."