Bagikan:

JAKARTA – Film Dirty Vote diklaim berpotensi membantu para undecided voters dalam menentukan pilihan. Di sisi lain, pengamat politik berharap film dokumenter tersebut bisa menyasar seluruh elemen masyarakat sehingga tujuan mengedukasi bisa tercapai.

Dirty Vote, film Garapan Dandhy Dwi Laksono, mendadak viral setelah dirilis melalui kanal YouTube pada Minggu (11/2/2024) atau tepat di hari perdana masa tenang menjelang pencoblosan Pemilu 2024 pada 14 Februari.

Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan masih berpeluang sama besar untuk memenangi Pilpres 2024 karena jumlah pemilih gamang yang banyak menjelang Pemilu 2024. (Antara/Aditya Pradana Putra)

Film berdurasi 1 jam 57 menit ini menampilkan tiga pakar hukum tata negara sebagai tokoh utama, yaitu Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar. Menurut Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Andriadi Achmad, melalui tiga pakar hukum tersebut film ini membuka dan menjelaskan secara terang benderang bagaimana praktik ketidaknetralan dan skenario kecurangan yang sudah dirancang secara terstruktur, sistematis dan masif di Pilpres 2024 untuk memenangkan Capres yang didukung pemerintah.

Sementara pendapat Karyono Wibowo, analis politik lainnya, menyebut Dirty Vote bisa menjadi salah satu pertimbangan bagi kaum yang masih bingung untuk akhirnya menentukan siapa yang akan dipilih.

Bantu Undecided Voters

Sehari setelah penayangannya, Dirty Vote berhasil membuat gempar dan itu terbukti dengan sudah ditonton 4,9 juta kali di kanal YouTube sampai Senin (12/2/2024). Berbagai komentar mewarnai kemunculan film ini. Karyono Wibowo, pengamat sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute memuji Dirty Vote.

Menurutnya film tersebut bagus dilihat sebagai bentuk edukasi kepada Masyarakat. Karyono bahkan menganggap film ini dapat mengisi atau menggantikan peran partai politik yang selama ini tidak mendidik masyarakat.

Pendapat Karyono diamini banyak penonton Dirty Vote di YouTube, seperti yang ditulis oleh akun @ifalatifa_.

“Film ini sangat mengedukasi masyarakat indonesia. Tentang bagaimana rusaknya sistem hukum, konstitusi di negara kita yg demokrasi. Ini sangat penting, menganalisa dengan fakta. Film ini mengajak kita untuk bagaimana berpikir kritis dan cerdas sebagai warga negara. Karena kecurangan yang sudah jelas tidak boleh dibiarkan, diam dan netral tidak selamanya baik. Terima kasih telah membuat film dokumenter sebagus ini. WARGA NEGARA INDONESIA WAJIB NONTON, SALAM DAMAIII,” tulis @ifalatifa_.

Angka undecided voters dan swing voters menjelang Pemilu 2024 masih tinggi. (Pixabay)

Kehadiran Dirty Vote di Tengah masa tenang memang cukup mengejutkan banyak pihak, dan tentu saja pro kontra terhadap film tersebut tak bisa dihindari.

Kubu paslon nomor urut dua Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang paling keras mengkritik film tersebut. Dirty Vote dianggap sebagai fitnah terhadap paslon itu.

Keriuhan juga terjadi di level bawah atau masyarakat sebagai pemilih. Menurut survei Litbang Kompas pada Desember 2023, terdapat 28,7 persen responden yang masih belum menentukan pilihan maupun merahasiakan pilihan mereka.

Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan elektabilitas Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang masing-masing mendapat 16,7 persen dan 15,3 persen. Sementara pasangan Prabowo-Gibran masih berada di puncak, dengan elektabilitas 39,3 persen.

Di tengah kegalauan sebagian pemilih, film Dirty Vote sebut bisa menjadi salah satu jawaban mereka untuk akhirnya menentukan pilihan pada hari pencoblosan nanti.

“Film ini bisa juga berdampak atau memiliki pengaruh terhadap elektoral, terutama mereka yang masih belum memutuskan, yang masih ragu-ragu, yang masih bisa berubah sampai pada hari H,” kata Karyono kepada VOI.

“Dengan film ini tersebar dapat dipahami pesannya oleh masyarakat, terutama undecided voters dan pemilih gamang bisa menjadi salah satu pertimbangan untuk membuat keputusan, menentukan pilihan,” imbuhnya.

Dilanjutkan Karyono, banyak hal sebenarnya yang menjadi pertimbangan masyarakat untuk akhirnya menentukan pilihan. Ia juga tidak menampik praktik money politic, di antaranya bansos dan serangan fajar bisa menjadi salah satu faktor yang meyakinkan elektoral dalam menentukan pilihan.

Butuh Kekuatan Seluruh Masyarakat

Dihubungi terpisah, Andriadi Achmad sepakat bahwa film dokumenter tersebut sebagai ajang memberikan pesan dan edukasi kepada masyarakat bahwa skenario kecurangan pada Pemilu merupakan kejahatan dan pengkhianatan terhadap bangsa dan negara.

Namun ia menegaskan, seluruh masyarakat Indonesia memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan mengawal Pilpres 2024 agar membuyarkan keberhasilan skenario jahat dan kecurangan.

Untuk itu Andriadi berharap Dirty Vote tidak hanya viral di media sosial, tapi juga butuh seluruh elemen masyarakat untuk menyuarakan agar publik waspada terhadap potensi kecurangan Pilpres 2024.

“Walaupun film dokumenter Dirty Vote sangat viral di medsos, namun perlu menjadi catatan bahwa film dokumenter Dirty Vote tidak ditonton sebagian masyarakat di Indonesia yang tidak mengakses medsos,” Andriadi menegaskan.

Aktivis dan pendiri Watchdoc Documentary, Dandhy Laksono (Instagram/@Dandhy_Laksono)

“Oleh karena itu, perlu kekuatan elemen masyarakat yang peduli khususnya kalangan aktivis, akademisi, mahasiswa dan elemen-elemen lainnya menyuarakan agar masyarakat waspada dan mengawasi proses pemungutan suara pilpres dan Pemilu 14 Februari 2024 yang sudah di depan mata,” imbuhnya.

Menurut Andriadi, kegagalan dari skenario pihak yang ingin melakukan “dirty vote” atau kecurangan dalam Pilpres dan Pemilu 2024 adalah kemenangan rakyat Indonesia.

“Demokrasi yang sudah dibangun pasca-reformasi di Indonesia perlu dijaga dan dirawat dari elemen-elemen yang hendak menghancurkan kerangka demokrasi tersebut. Transisi demokrasi menuju konsolidasi adalah sebuah keniscayaan,” tandasnya.