Bagikan:

JAKARTA - Temuan limbah radioaktif Cesium 137 memancing kekhawatiran masyarakat Perumahan Batan Indah, Serpong, Tangerang Selatan. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) menjamin radiasi tak akan berdampak pada masyarakat, meski sebelumnya dua orang sudah dinyatakan positif terkontaminasi.

Batan menyatakan, tak berdampaknya bagi kesehatan manusia karena tingkat pemaparan senyawa radioaktif itu masih terbilang rendah. Kedua warga ini, terkontaminasi diangka 0,12 dan 0,5 milisievert atau jauh dari batas yakni, 1 milisievert.

Berdasarkan studi dan hasil observasi Bapeten, seseorang yang terpapar di bahwa angka maksmial, maka, tak perlu ada langkah-langkah pengobatan untuk sekadar memulihkan kondisi tubuh. Nantinya, metabolisme tubuh akan secara otomatis meregenarasi sel yang rusak.

Berbeda dengan dampak radiasi dari radioaktif, khususnya Cesium 137 terhadap seseorang yang melebihi angka 1 milisievert. Nantinya, orang tersebut akan mengalami gejala mual, muntah, hingga kulit yang seolah terbakar. Bahkan, jika tingkat radiasi lebih tinggi atau menujukkan di atas angka 5 sampai 6 milisievert, maka, kematian menjadi dampaknya.

"Ketika ada 1 milisievert (terkontaminasi), dia akan langsung terkena dampaknya. Kulitnya terbakar, mual-mual, muntah. Batasnya 5 atau 6 bisa sampai meninggal," ucap Humas Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), Abdul Qohhar kepada VOI, Selasa, 25 Feberuari.

Lokasi temuan zat radioaktif di Tangerang Selatan (Debi Astari/VOI)

Dengan alasan dan pertimbangan keselamatan, maka, peredaran atau penggunan radioaktif sangat dibatasi dan diawasi. Penggunaan senyawa berbahaya tersebut, hanya diperbolehkan untuk kegiatan industri dan kesehatan.

Untuk kegiatan industri, Casium 137 kerap digunakan sebagai alat untuk pengukuran kertas, minuman kemasan, yang menggunakan alat pemindai atau detektor. Sementara, pemanfaatan pada bidang kesehatan, banyak digunakan untuk radioterapi di rumah sakit.

Meski demikian, butuh pengamanan berlapis ketika menggunakan senyawa radioaktif. Salah satu contohnya, ketika proses radioterapi. Operator atau tenaga medis tak pernah bersentuhan langsung dengan alat kesehatan yang digunakan. Biasanya, ada dinding atau kaca pembatas yang memisahkannya.

Hal itu bertujuan untuk mencegah terjadinya paparan radiasi yang berkepanjangan dan melebihi batas kekuatan tubuh manusia. "Baik digunakan medis atau industri harus ada pemisah atau alat pengaman tambahan," kata Qohhar.

Campuran bom

Peneliti Senior Badan Tenaga Nuklir Nasional, Profesor. Dr. Djarot S. Wisnubroto, mengatakan, Cesium 137 diperumpamakan sebagai pisau tajam yang dampaknya bisa baik atau buruk bagi manusia. Dampak buruk jika salah dalam pemanfaatan senyawa radioaktif atau untuk tindak kejahatan, maka, bom kimia dapat dibuat dengan Cesium 137 sebagai bahan campurannya.

"Kalau buruknya, bisa saja misalnya kita berpikir jahat, dijadikan dirty bomb. Campuran alat peledak konvensional dengan zat radioaktif," ucap Djarot.

Namun, pemanfaatan Cesium 137 dalam pembuatan bom, juga memiliki risiko besar. Jika sekali saja melakukan kesalahan, maka, kematian akan menanti si pembuat bom tersebut karena terpapar radiasi yang begitu besar.

"Selama ini sulit untuk melakukan itu (membuat bom), karena untuk mencampur saja yang bersangkutan sudah terpapar radiasi," tegas Djarot.

Tim gegana disiagakan di lokasi temuan zat radioaktif (Debi Astari/VOI)

Kembali pada pembahasan paparan di perumahan Perumahan Batan Indah, Serpong, Tangerang Selatan, ditekankan jika tak akan berbahaya pada manusia. Sebab penanganan sudah dilakukan dengan baik, dan tingkat radiasi pun masih rendah.

Selain itu, beberapa hari lalu, polisi pun sudah menyita diduga sumber radioaktif dari salah satu rumah. Di mana, lima kemasan plastik berisi serpihan zat radioaktif Cesium 137, satu bundel data timah ts 208, dan ts 209, serta botol penyimpanan, menjadi beberapa alat bukti yang diamankan.

Selain itu, pada rumah milik warga berinisial SM, ditemuka depleted kosong serta depleted uranium 4,5 kg dengan dosis 1,48 microsive per jam. "(Kita juga temukan) satu gayung berisi paparan bercampur tanah atau pasir sebesar 2,6 milisievert," kata Karo Penmas DivHumas Polri Brigjen Argo Yuwono.

Dalam upaya pengusutan temuan itu, penyidik Polri sudah memeriksa 17 orang saksi terkait sumber radioaktif yang ditemukan di Perumahan Batan Indah, Setu, Tangerang Selatan. "Saksi yang diperiksa meliputi, lingkungan sekitar, Pegawai Batan dan Pegawai Bapeten," tandas Argo.