Bagikan:

JAKARTA - Publik kembali dihebohkan dengan penemuan mayat seorang ibu dan anaknya di perumahan Bukit Cinere Indah, Depok, Jawa Barat. Sejauh ini apa yang menjadi penyebab kematian keduanya masih didalami tim penyidik kepolisian, walaupun ada dugaan karena tindakan bunuh diri.

Betapa terkejutnya M. Jafar, petugas keamanan perumahan, menemukan Grace Arijani Harahapan (64) dan putranya David Ariyanto Wibowo (38) meninggal dengan kondisi mayat sudah kering di kamar mandi pada Kamis, 8 September 2023.

Penemuan mayat ibu dan anak ini berawal dari rasa penasaran, karena penghuni rumah tersebut tidak terlihat selama kurang lebih sebulan serta bau menyengat dari luar rumah. 

Seiring dengan meluasnya pemberitan media, masyarakat pun ramai-ramai berasumsi terkait kasus penemuan dua mayat yang sudah mengering ini. Ada dugaan bunuh diri dilakukan, namun tak sedikit pula yang meyakini adanya kemungkinan pembunuhan.

Keunikan Surat To You Whomever

Psikolog forensik Reza Indragiri mengatakan, ketika ada lebih dari satu orang meninggal di satu lokasi yang hampir sama, maka ada empat hal yang harus diperhatikan polisi dalam menyimpulkan penyebab kematian. Empat hal tersebut adalah Natural, Accident, Suicide dan Homicide (NASH).

“Natural, apakah yang meninggalkan karena faktor alami atau accident seperti misalnya tersengat listrik, kepala terbentur lantar, serta homicide (pembunuhan) atau bunuh diri,” tutur Reza.

Dalam proses penyidikan, polisi menemukan surat berjudul To You Whomever yang meninggalkan banyak tanda tanya. Dalam surat tersebut diawali dengan kalimat pembuka yang mengatakan, “Siapa pun yang membaca tulisan ini, mungkin pada saat melihat tulisan ini saya dan ibu saya sudah meninggal dunia.” Sampai saat ini polisi masih menyelidiki apakah surat tersebut benar ditulis oleh David Ariyanto atau ada orang lain yang menulisnya.

Namun, Reza Indragiri menilai surat tersebut cukup unik lantaran seolah tidak dikirim kepada pihak tertentu secara spesifik, misal keluarga atau teman. Padahal biasanya, seseorang yang melakukan bunuh diri menuliskan pesan secara spesifik.

“Kalimat to you whomever menunjukan, boleh jadi keluarga ini memang sudah terisolasi sedemikian rupa, sudah berjarak sedemikian jauh dari lingkungan sosialnya. Sampai pesan akhir yang mereka bikin pun tidak ditunjukkan kepada pihak tertentu seperti sudah membayangkan jenazah mereka akan ditemukan lewat penemuan secara itu sengaja maupun tidak sengaja,” Reza menambahkan.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi. (VOI/Rizky Aditya Pramana)

“Jadi aneh bahwa surat tentang suatu keputusan yang amat sangat serius itu tidak dialamatkan ke pihak tertentu, melainkan ditujukan ke siapapun. Seolah tidak ada orang tertentu, baik itu keluarga, sahabat, dokter pribadi, atau siapa pun yang dipandang layak menjadi tempat curhat.”

Menurut keterangan Ketua RW 16 Perumahan BCI, Herry Meidjiantono, kedua korban dikenal sebagai sosok yang tertutup. Keduanya bahkan menolak dimasukkan ke dalam grup Whatsapp di kompleks. Herry mengaku tidak tahu alasan keduanya menolak masuk dalam grup WA.

Lebih lanjut Herry mengatakan, Grace memiliki seorang adik yang tinggal di Jakarta Barat. Tapi entah karena alasan apa, keduanya terakhir kali berinteraksi langsung pada 2011 lalu ketika suami Grace meninggal dunia.

Dalam kesempatan yang sama Reza Indragiri mengatakan, jika diasumsikan kasus penemuan mayat ibu dan anak ini karena bunuh diri, dan surat ditulis oleh sendiri oleh pelaku, maka Si Penulis surat ingin khalayak tahu mengenai peristiwa yang dialami Grace dan David adalah bukan peristiwa pribadi karena mencantumkan kata “whomever” dalam surat yang ditemukan.

“Karena mencantumkan "whomever", maka media dan masyarakat berhak tahu. Itu yang diinginkan pelaku, yakni--pertama--bunuh dirinya pelaku bukan peristiwa pribadi, melainkan kejadian yang harus menjadi perbincangan khalayak luas. Kedua, agar semua orang tahu isi surat itu dan menindaklanjutinya dengan cara yang tepat,” Reza menjelaskan.

Bunuh Diri Bukan Masalah Hukum

Dengan berasumsi bahwa keduanya meninggal karena bunuh diri, Reza Indragiri mengatakan ini adalah masalah serius. Kurangnya perhatian terhadap kesehatan mental disebut menjadi salah satu alasan maraknya tindakan bunuh diri.

Seperti diketahui, kasus bunuh diri makin sering terjadi di Indonesia. Dihimpun dari data Kepolisian RI, sebanyak 640 kasus bunuh diri terjadi sejak Januari sampai Juli 2023. Jumlah ini naik 31,7% dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya, yakni sebanyak 486 kasus.

Menurut Reza Indragiri kurangnya perhatian terhadap kesehatan jiwa berpotensi menjadi salah satu yang melatarbelakangi meningkatnya peristiwa kejahatan. Dia pun berharap pihak-pihak terkait turun tangan sehingga tidak terjadi wabah bunuh diri.

Kurangnya perhatan pada kesehatan jiwa bisa melatarbelakangi berbagai kejahatan ekstrem.(Unsplash/Nick Fewings)

Whomever menjadikan surat itu sebagai aset yang bernilai positif. Bahwa, bunuh diri sesungguhnya bukan isu yang intisarinya berada di ranah penegakan hukum. Sekian banyak pemangku kepentingan kudu ikut 'cawe-cawe', termasuk dalam rangka pencegahan agar tidak terjadi peniruan (copycat suicide) dan wabah bunuh diri (suicide epidemic),” tutur Reza lagi.

“Jangan lupa. Selama pandemi COVID-19, fokus kita tertuju pada perang terhadap virus. Kesehatan fisik menjadi sasaran berbagai kebijakan. Kurang proporsional perhatian diberikan pada kesehatan jiwa. Akibatnya, jangan-jangan, berbagai peristiwa kejahatan ekstrem dan tragedi kemanusiaan yang terjadi pada waktu-waktu belakangan ini merupakan manifestasi dari terkesampingkannya perhatian pada kesehatan jiwa tersebut,” pungkasnya.