Bagikan:

JAKARTA - Sindrom Skibidi Toilet sedang menjadi tren di kalangan anak-anak hingga remaja. Tapi orangtua perlu waspada karena sindrom ini diklaim memiliki potensi bahaya untuk anak-anak yang menirukannya.

Sindrom Skibidi Toilet mendadak viral sejak sepekan ke belakang setelah ramai cuplikan video menunjukkan seorang anak meniru adegan ekstrem dalam permainan. Video tersebut menjadi trending di media sosial TikTok dan YouTube.

Dikutip dari berbagai sumber, Skibidi Toilet merupakan sebuah mode dalam permainan video yang belum jelas asal usulnya. Namun mode permainan ini diciptakan bukan resmi dari pengembang gim. Skibidi toilet pertama kali muncul sebagai mode yang dapat digunakan sebagai alternatif pemain memainkan permainan video Minecraft. Minecraft sendiri termasuk salah satu permainan yang digemari anak-anak dan mereka dapat mencoba berbagai jenis mode dalam permainan tersebut, salah satunya Skibidi Toilet.

Sekarang ini, banyak sekali anak-anak yang menirukan gerakan animasi tersebut dan diunggah ke media sosial. Mulai dari berjongkok, kepala berjoget, sambil menyanyikan lagu aneh dari Skibidi Toilet. Di beberapa video bahkan terlihat anak sampai masuk ke kardus, drum besar, hingga tempat sampah.

Media Sosial Ibarat Pisau Bermata Dua

Maraknya penggunaan media sosial saat ini adalah salah satu akibat kemajuan teknologi. Memang, di era serba digital sekarang ini, sulit sepertinya untuk mengabaikan teknologi. Manusia begitu dimanjakan berkat kehadiran teknologi yang memberikan berbagai manfaat mulai dari kemudahan akses informasi dan komunikasi, mempercepat layanan produksi dan layanan, dan lainnya.

Namun di sisi lain, kemajuan teknologi ibarat pisau bermata dua, lantaran ada juga dampak negatif yang mengiringi. Penyebaran informasi hoaks, ujaran kebencian, provokasi, terorisme, pornografi, hingga perjudian termasuk di antara dampak negatif dari teknologi. Sangat disayangkan memang, karena teknologi saat ini seolah tak bisa dipisahkan dari kehidupan, termasuk anak-anak.

Sindrom Skidibi Toilet. (tangkapan layar Youtube)

Menurut laporan We Are Social, sampai Januari 2023 tercatat jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia mencapai 167 juta orang. Jumlah tersebut setara 78 persen dari jumlah total pengguna internet di Tanah Air yang mencapai 212,9 juta. Indonesia menempati peringkat ke-10 negara dengan durasi bermain media sosial di dunia. Adapun waktu yang dihabiskan bermain media sosial di Indonesia mencapai 3 jam 18 menit setiap harinya. Selain itu, rata-rata orang Indonesia menggunakan internet selama 7 jam 42 menit setiap hari.

Pembatasan Waktu Bermain Gim

Fenomena kecanduan gim online di kalangan anak dan remaja di Indonesia sudah menjadi isu yang terus dibahas dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2018 Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahkan telah menetapkan adiksi gim online sebagai salah satu bentuk gangguan mental dan disebut dengan istilah gaming disorder. Ini termasuk ke dalam kategori kecanduan non zat atau kecanduan perilaku, seperti halnya juga adiksi gawai, judi online, media sosial, pornografi, dan lain-lain.

Dampak negatif kecanduan gim online sepertinya sudah dirasakan Cina. Pemerintah setempat sampai turun tangan mengambil langkah ekstrem dengan membatasi jam bermain gim bagi anak di bawah umur. Dikutip AP, otoritas Cina harus mengendalikan berapa lama anak-anak boleh bermain gim online sebagai upaya memerangi kecanduan terhadap internet.

Pada 2019, pemerintah mengeluarkan peraturan anak-anak hanya boleh bermain gim online selama 90 menit saat weekday dan melarang mereka bermain antara pukul 10 malam sampai 8 pagi. Lalu pada 2021, mereka membuat larangan lebih keras, bahwa anak-anak hanya diizinkan bermain gim online selama satu jam sehari dan hanya hanya Jumat, akhir pekan, dan libur nasional.

Setahun lebih setelah pembatasan waktu bermain gim online dikenalkan, pemerintah Cina berafiliasi dengan Game Industry Group Committe mengeluarkan laporan bahwa masalah kecanduan gim online pada anak “pada dasarnya telah diselesakan”. Secara keseluruhan, laporan Game Industry Group mengatakan lebih dari 75 persen anak-anak d Cina bermain gim online kurang dari tiga jam sepekan dan sebagian besar orang tua menyatakan kepuasan mereka terhadap pembatasan ini.

Masih dikutip dari AP, sebuah laporan oleh firma intelijen pasar gim, Niko Partners, pada bulan September menemukan bahwa jumlah gamers muda turun menjadi 82,6 juta pada tahun 2022 dari 122 juta pada tahun 2020, berkat adanya peraturan pembatasan bermain gim online.

Ilustrasi orangtua mendampingi anak menonton di gawai. (Unsplash/Alexander Dummer)

Apa yang ditampilkan dalam Skibidi Toilet tidak memiliki manfaat edukasi bagi anak-anak. Dari segi bahasa, bahasa yang ditampilkan tidak memiliki makna. Di lihat dari segi visual juga tidak elok, sehingga menonton animasi sejenis Skibidi Toilet ini hanya membuang waktu, padahal anak-anak butuh waktu untuk bermain. 

Tapi seperti disebutkan sebelumnya, media sosial maupun gim online sebenarnya bisa menjadi ajang belajar untuk anak, selama orangtua memenuhi sejumlah ketentuan agar mereka tidak terpapar konten negatif di dalamnya, seperti fenomena sindrom Skibidi Toilet yang tengah viral saat ini. Salah satu yang harus diperhatikan adalah orang tua tidak boleh menutup mata atas kemajuan teknologi. Orang tua harus ikut belajar agar tidak kecolongan.

“Anak pada dasarnya adalah peniru ulung, mereka mempelajari berbagai hal. Untuk terhindar dari kecanduan internet, orang tua sebaiknya perlu mempersiapkan diri terhadap serangan konten yang tidak senonoh. Orang tua harus membersamai anak, misal ketika sedang belajar, menonton, sehingga anak menjadi lebih tekontrol,” tutur psikolog Tika Bisono.

Isu kecanduan gawai sebenarnya juga menjadi perhatian pendiri Microsoft, Bill Gates. Dia melarang anak-anaknya memiliki telepon genggam sendiri sampai dirasa cukup umur. Dikutip Mirror, Bill Gates baru mengizinkan ketiga anaknya punya ponsel setelah mereka berusia 14 tahun dan itu pun tetap dibatasi.

“Kami tidak menggunakan hp ketika sedang makan, kami tidak memberikan anak-anak hp sampai usia 14 tahun dan mereka protes karena anak lain sudah mendapatkannya,” kata Bill Gates.

Tak perlu diragukan lagi bahwa gawai merupakan salah satu kebutuhan pokok. Bahkan sekarang ini proses belajar mengajar di sekolah pun sudah jamak menggunakan gawai. Karena itulah dibutuhkan kebijaksanaan para orangtua untuk terus mendampingi anak-anak agar terhindar dari kecanduan gawai serta terhindari dari konten negatif yang mudah dijangkau dengan mengakses internet.