JAKARTA - Jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang anjlok dari ketinggian 10.900 kaki hingga 250 kaki dalam waktu kurang dari semenit mirip dengan kecelakaan pesawat West Air Sweden 294 yang terjadi lima tahun silam. Dalam kasus tersebut, pesawat menukik tajam sejauh 21.000 kaki hanya dalam semenit. Lalu apa penyebab kecelakaan tersebut?
Kecelakaan itu terjadi pada 8 Januari 2016 ketika penerbangan pesawat kargo komersial dari Bandara Oslo, Norwegia ke Bandara Tromso. Pesawat yang jatuh itu bermodel CL-600-2B19 buatan Bombardier Inc. Pesawat itu dioperasikan oleh West Atlantic Sweden AB.
Mulanya penerbangan berlangsung lancar di level FL 330 atau 33 ribu kaki. Namun ketika waktu setempat menunjukkan pukul 19:20 keadaan mulai berubah. Cuaca saat itu begitu gelap tanpa sinar bulan, awan, juga tak ada turbulensi. Kurangnya penglihatan eksternal membuat pilot bergantung pada instrumen indikator sikap yang ada di kokpit.
Selang berapa lama, menurut laporan investigasi otoritas Swedia SHK pilot mulai terdengar terkejut karena adanya gangguan pada sistem autopilot mereka. Selain itu, kemungkinan besar pesawat juga mengalami diskoneksi.
Saat itulah alarm peringatan mulai berbunyi. Pilot mulai mengaktifkan nose down. Selain itu dalam investigasi terungkap, pesawat juga mengalami angle of attack yang mengakibatkan terjadinya stall. Kejadian ini lah yang mirip dengan kasus kecelakaan Sriwijaya Air SJ 182.
"Naik!" teriak seorang co-pilot pesawat tersebut. Mereka seperti berupaya hendak menerbangkan kembali pesawatnya ke ketinggan awal.
Namun peringatan kecepatan berlebih mulai berbunyi nyaring. Pesawat telah menukik tajam dengan melebihi kecepatan maksimum yakni lebih dari 700 kilometer per jam selama 17 detik setelah terjadinya gangguan. Satu menit dua puluh detik setelah anjlok dari ketinggian, pesawat menubruk tanah dan kedua awak pesawat pun tewas.
Penyebab kecelakaan
Berdasarkan laporan investigasi otoritas Swedia SHK, menunjukkan tak ada masalah pada sistem kontrol operasi pesawat. Namun adanya sikap keliru dalam membaca indikator sikap, menandakan adanya gangguan pada instrumen navigasi Inertial Reference Unit (IRU 1).
Dalam kejadian itu terjadi komunikasi yang tidak efektif antara pilot dan co-pilot. Mereka sempat punya persepsi berbeda saat membaca situasi darurat.
Selain itu, hasil investigasi menunjukkan sistem instrumen penerbangan memberikan panduan yang tidak memadai dengan adanya malfungsi yang terjadi soal navigasi. Oleh karena itu bisa disimpulkan kecelakaan itu disebabkan oleh prasyarat operasional yang kurang layak untuk mengelola kegagalan sistem.
Akibat kecelakaan ini otoritas Swedia mewajibkan adanya pembenahan pada sistem panggilan darurat. Hal ini wajib diterapkan di seluruh industri transportasi udara komersial.
Sriwijaya Air SJ 182 mengalami stall?
Sementara itu, bila melihat gejala awalnya kecelakaan Sriwijaya Air SJ 182, agaknya mirip dengan kecelakaan West Air Sweden 294. Sebab menurut data Flightradar diduga pesawat Sriwijaya Air SJ 182 mengalami stall sebelum menukik tajam.
Data Flightradar menunjukkan, pada 14.40 WIB pesawat menukik tajam dari 10.900 kaki sampai 250 kaki hanya dalam kurun waktu kurang dari semenit setelah menempuh perjalanan sekitar empat menit dari Jakarta. Setelah itu sinyal ADS-B lenyap dari pesawat.
Stall, menurut Deborah Balter dalam bukunya Aeronautical Dictionary merupakan salah satu malfungsi penerbangan. Keadaan ini rawan terjadi di awal keberangkatan, mulai dari lepas landas, memeroleh ketinggian, hingga manuver.
Kata Balter stall biasanya dipicu oleh dua hal. Pertama karena perbedaan sudut antara sayap pesawat dan aliran angin. Perbedaan itu biasa disebut Angle of Attack.
Stall rawan terjadi ketika Angle of Attack terlalu besar, biasanya melebihi 15 derajat. Dalam hal ini, secara prinsip pesawat didesain khusus untuk tetap bisa terbang meski dengan kecepatan 280 kilometer per jam.
Hal itu memungkinkan karena sayap pesawat memiliki kemampuan membelokkan udara ke bawah. Hal itu yang membuat badan pesawat bisa terangkat.
BACA JUGA:
Namun ada syaratnya. Fungsi fisika itu hanya bisa terjadi jika udara mengalir ke bagian belakang permukaan sayap. Sederhananya, pesawat mengalami pendakian yang terlalu cepat ketika kondisi stall terjadi.
Selain malfungsi fisika, stall juga dapat terjadi jika cairan dalam pipa bensin pesawat macet. Kondisi ini biasa disebut vapor lock.