JAKARTA - Sila ketiga Pancasila yang berbunyi ‘Persatuan Indonesia’ mengandung makna mendalam bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Merupakan modal penting dalam mewujudkan Indonesia menjadi negara yang damai dan maju.
Tanpa adanya rasa persatuan, bangsa Indonesia yang terdiri dari beragam suku, agama, dan budaya akan mudah terpecah belah. Sehingga, kata Romo Antonius Benny Susetyo, sudah menjadi hal mutlak meski berbeda-beda, seluruh rakyat Indonesia harus tetap bersatu.
Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Sebagai negara yang mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa, Indonesia seharusnya dapat lebih mudah mengaktualisasi nilai persatuan dan kesatuan dalam kehidupan. Sebab, semua agama meski berbeda secara prinsip, tetapi secara garis besar mengajarkan pemeluknya untuk saling menghormati dan menghargai.
Itulah mengapa, perayaan hari besar keagamaan, seperti Natal, Idul Fitri, Galungan, atau pun Waisak dapat menjadi momentum menumbuhkan persatuan dan kesatuan antarsesama putra bangsa. Merajut persaudaraan sejati sehingga semakin kokoh rasa solidaritas kesetiakawanan.
“Semisal dalam perayaan Natal. Ini bisa menjadi perayaan kebersamaan dan perayaan persaudaraan antar pemeluk agama. Kita saling berbagi, saling bertoleransi. Begitupun saat perayaan hari besar agama lain,” kata Benny, pastor yang juga menjabat sebagai Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) kepada VOI, Jumat (23/12).
Sama halnya ketika masyarakat Cianjur terkena bencana gempa. Banyak orang menyisihkan sebagian penghasilannya membantu para korban tanpa memandang suku ataupun agama.
“Nilai inilah yang harus kita jaga dan kita lestarikan. Seperti yang pernah ditunjukkan oleh Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebelumnya. Beliau dengan segala keterbatasannya mampu menanamkan spirit perdamaian dan persatuan sesuai nilai-nilai Pancasila,” ucap pria yang akrab disapa Romo Benny.
Gus Dur, menurut Romo Benny, telah membuktikan bahwa beragama harus selalu menjadi inspirasi, beragama berarti menjaga dan mencintai sesama ciptaan Tuhan, bahkan kepada mereka yang terpinggirkan.
Era Media Sosial
Dalam era keterbukaan informasi, peran untuk lebih mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila semakin penting. Lewat media sosial, seseorang dapat lebih mudah berinteraksi tanpa ada batasan ruang dan waktu. Ini, kata Romo Benny, sebenarnya bisa menjadi sarana pemersatu.
Hanya sayang, media sosial saat ini, kerap dipenuhi dengan konten dan opini-opini negatif yang dapat memecah-belah persatuan. Para pegiat media sosial tak segan menghujat, mencaci-maki atas dasar kebebasan berekspresi tanpa mempedulikan lagi rasa saling toleransi.
“Tentu sangat mengkhawatirkan. Tidak memberikan harapan untuk kita menjadi bangsa yang besar, seolah semua negatif. Padahal, banyak hal positif yang masih bisa digali,” ucap Romo Benny.
Tak pelak, butuh kepedulian dan kesadaran dari semua elemen bangsa, terutama para generasi muda. Mereka harus menyadari nilai-nilai luhur bangsanya dan berperan aktif dalam upaya menangkis hal-hal yang dapat meruntuhkan eksistensi Indonesia sebagai bangsa yang berketuhanan, berkemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan berkeadilan sosial.
“Kita memang perlu membuat konten tandingan yang berisi nilai-nilai positif yang sesuai dengan pengamalan nilai-nilai Pancasila. Bisa lewat film animasi, dokumenter, gambar, cerpen, atau pun hal lainnya. Sehingga, konten dan opini negatif tidak dapat dengan mudah berkembang biak dan menghancurkan persatuan dan kesatuan Indonesia,” tutur Romo Benny.
“Kita harus masuk ke lingkaran kepedulian, bukan masuk ke lingkaran keterpengaruhan,” tambahnya.
“Mari kita membangun solidaritas sosial, membangun semangat saling berbagi, saling menghargai, saling menghormati, dan saling mencintai antarsesama mahkluk Tuhan,” Romo Benny menandaskan.
Selamat Hari Raya Natal 2022. Semoga Natal membawa sukacita.