Penangkapan Ustaz Maaher Bukan Kriminalisasi Ulama
Soni Ernata alias Ustaz Maaher At-Thuwailibi (Foto: Twitter @ustadzmaaher_)

Bagikan:

JAKARTA - Bareskrim Polri menangkap Soni Ernata alias Ustaz Maaher At-Thuwailibi pada Kamis, 3 Desember. Penangkapan ini berkaitan dengan perkara dugaan penyebaran ujaran kebencian berbau SARA.

"Iya benar. Yang bersangkutan diamankan di kediamannya di Cimanggu Wates, Kedungbadak, Tanah Sareal, Bogor," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono kepada wartawan, Kamis, 3 Desember

Penangkapan terhadap Ustaz Maaher merupakan tindak lanjut dari laporan nomor LP/B/0677/XI/2020/Bareskrim tertanggal 27 November 2020. Pelaporan itu karena dia dianggap menghina kiai Nahdlatul Ulama (NU) Habib Luthfi bin Yahya melalui akun Twitter pribadinya @ustadzmaaher_.

Bentuk penghinaan yang dilakukan Maaher yakni, menggunggah kicauan di akun @ustadzmaaher_, 'cantik pakai jilbab kaya kiai Banser' dengan memasang foto Habib Luthfi.

"Atas dugaan pelanggaran tindak pidana penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan kebencian, permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA," papar Argo.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono mengatakan, penyidik maaih mendalami modus Ustaz Maaher di balik perkara ini. Tapi penyidik sudah mengantongi beberapa alat bukti yang menperkuat terjadinya pelanggaran pidana.

"Barang bukti yang disita ada 4 posel dan satu KTP," kata dia.

Dalam perkara ini Ustaz Maaher dipersangkakan dengan Pasal Pasal 45 ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Ancaman pidana penjara 6 tahun dan atau denda paling tinggi Rp1 miliar," kata dia.

Pengacara Sebut ada Kejanggalan

Pengacara Maaher menganggap penangkapan terhadap kliennya terjadi suatu kejanggalan. Sebab, dalam perkara ini penyidik tak terlebih dahulu melayangkan surat panggilan pemeriksaan, tapi langsung dilakukan penangkapan.

"Beliau mendapatkan bukan panggilan lagi tapi langsung penangkapan," ujar anggota tim pengacara Ustaz Maaher, Djudju Purwantoro.

"Yang bersangkutan itu kan tanpa proses pemanggilan sesuai aturan KUHAP Pasal 1," sambung dia.

Selain itu, kejanggalan yang dirasakan tim pengacara yakni penanganan yang terbilang cepat. Berbeda jika pihak mereka yang melakukan pelaporan akan lama ditindaklanjuti.

"Tampak sekali terjadi kejanggalan dan diskriminasi karena mereka banyak sekali katakanlah dekat dengan rezim. Walaupun kami lakukan pelaporan berkali-kali tidak ada tindak lanjut secara hukum," katanya.

Bukan Kriminalisasi

Tokoh agama Gus Miftah sempat memperingatkan Maaher. Kata Miftah, pernyataan Maaher berbahaya, dan ketika hal tersebut masuk ke ranah hukum, maka itu bukanlah kriminalisasi.

"Jangan sampai ada laporan hukum Anda ditangkap polisi kemudian, Anda mengatakan ini namanya krimininalisasi ulama. Hei Ustadz Maaher mana ada namanya kriminalisasi ulama kalau Anda berbuat kriminal kemudian ditangkap polisi. Ini bukan kriminaliasi agama, tapi proses hukum kepada ulama yang kriminil," katanya

Selain itu, Gus Mifah bilang seharusnya sebagai tokoh agama haruslah menjunjung tinggi saling menghormati satu sama lain. Meski memiliki pandangan berbeda.

"Bisa jadi saya berbeda pendapat dengan Habib Rizieq, tapi saya sangat menghormati beliau. Karena dikatakan haram masuk surga orang-orang yang dzalim dan membenci para habaib," ungkap dia.

"Saya sangat menghormati beliau, dan saya punya prisip, hormat itu harus lebih didahulukan daripada taat," sambungnya.

Pakar hukum pidana dari Universitas Al Azhar, Suparji Ahmad berpendapat, dalam perkara ini polisi merujuk pada adanya laporan dan alat bukti yang cukup untuk melakukan penangkapan.

"Penangkapan itu tidak dilakukan jika tidak ada alat bukti yang cukup untuk menetapkan sebagai subjek yang ditangkap," ujar Suparji.

Bahkan, penyidik dalam memutuskan untuk melakukan penangkapan juga sudah memperhitungkan berbagai hal. Termasuk adanya langkah hukum dari pihak yang ditangkap.

Namun jika dikatakan sebagai kriminalisasi, Suparji menyebut seharusnya tidak ada pelaporan dari pihak yang merasa dirugikan. Kemudian, juga tidak didasari dengan alat bukti yang jelas.

"Polisi sudah memperhitungkan kalau dilakukam secara sewenang-wenang bisa di praperadilan kan. Jadi pandangan polisi itu karena ada perbutaan dan unsur (pidana) terpenuhi dalam perbuatan tersebut," kata dia.