Bisikan dari Ajudan Bikin Gibran Rakabuming Langsung Minta Izin Tinggalkan Menag Yaqut
Tangkap layar Channel YouTube Berita Surakarta

Bagikan:

JAKARTA - Wali Kota Solo Gibran Rakabuming tiba-tiba saja berbisik kepada Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang duduk di sebelahnya. Sejurus kemudian, Gibran pun meninggalkan Menag Yaqut saat mengikuti Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-20 di Solo.

Gibran dan Menag yang akrab disapa Gus Yaqut ini memang sedang mengikuti pembukaan AICIS di Solo. Dalam acara ini, mereka berdua juga sebelumnya menyimak pembukaan dari Wakil Presiden Maruf Amin yang disampaikan secara virtual.

Tapi setelah wapres selesai berbicara, ajudan Gibran mendatangi bos-nya itu yang duduk bersebelahan dengan Gus Yaqut. Ajudannya itu kemudian membisiki sesuatu kepada Gibran. Sejurus kemudian Gibran langsung meminta izin kepada Menag untuk pergi duluan.

"Mohon maaf ada paripurna," kata Gibran coba menjelaskan kepada pejabat Kemanag lainnya, Senin 25 Oktober.

Gibran dan ajudan kemudian berlari di parkiran. Ajudan Gibran sibuk mencari mobil dinas untuk bisa segera meluncur memenuhi rapat undangan paripurna dari DPRD Kota Solo.

Sebelumnya Maruf bilang pandemi COVID-19 dan segala dampaknya merupakan pengalaman baru bagi hampir semua pemerintahan di dunia, sehingga pemerintah Indonesia pun harus mengambil keputusan dan tindakan extraordinary untuk menanggulanginya. Dunia membutuhkan gagasan-gagasan baru untuk mengatasi tantangan pandemi Covid-19, baik dari aspek medis maupun non medis yang meliputi semua bidang yang terdampak wabah ini. Di sinilah peran fikih Islam diyakini mampu memberikan solusi yang kontekstual agar kebijakan yang terbaik dapat diambil.

"Saya yakin fikih Islam dapat memberikan solusi dan sumbangan pemikiran untuk mengatasi pandemi Covid-19 beserta seluruh dampaknya," tegas Wapres Maruf.

Keyakinan ini, sambung Wapres, karena fikih Islam dimaksud untuk memberikan kemaslahatan bagi semua orang.

“Fikih Islam tidak dimaksudkan untuk menyulitkan kehidupan, namun sebaliknya fikih Islam merupakan solusi bagi kehidupan umat manusia, termasuk solusi untuk menangani pandemi Covid-19 ini,” tuturnya.

Lebih lanjut, Wapres mencontohkan bahwa pandemi Covid-19 berdampak pada kehidupan keagamaan.

“Para ulama di hampir semua negara, terutama yang berpenduduk muslim, melakukan telaah ulang terhadap pandangan keagamaannya Para ulama melakukan ijtihad untuk menetapkan fatwa baru yang lebih relevan dengan kondisi pandemi,” ujarnya.

Wapres mengungkapkan bahwa fatwa baru tersebut menjadi panduan umat Islam di negara masing-masing, misalnya tentang bagaimana melaksanakan ibadah di tengah pandemi COVID-19, baik untuk tenaga medis, para penderita, ataupun umat Islam pada umumnya, tentang tata cara pemulasaraan jenazah pasien positif COVID-19 yang sesuai protokol kesehatan, dan fatwa terkait instrumen ekonomi yang dapat digunakan sebagai mitigasi dampak pandemi COVID-19.

“Pada dasarnya ajaran Islam diturunkan oleh Allah SWT tidak untuk menyulitkan pemeluknya. Di dalam menjalankan ibadah ada yang bisa dilakukan dengan cara yang normal, yaitu ketika dilakukan di situasi normal. Namun dalam kondisi tidak normal pelaksanaan ibadah bisa dilakukan dengan menyesuaikan kondisi yang ada,” tegasnya.

Adapun kondisi tidak normal tersebut, menurut Wapres, bisa berupa kesulitan atau darurat syariah, yang keduanya menjadi alasan adanya keringanan (rukhsah) dalam menjalankan ajaran Islam.

“Hukum Islam mempunyai fleksibilitas dalam pelaksanaannya sesuai kondisi yang ada,” tegasnya.

Dalam setiap pembahasan fikih, tutur Wapres, baik yang menyangkut ibadah, muamalah, jinayah, dan lainnya selalu memuat pedoman dan memberi tuntunan yang menyangkut kemaslahatan dan terwujudnya tujuan utama diturunkannya syariah.

“Fleksibilitas fikih Islam inilah yang menjadi ruh fatwa para ulama di setiap masa, termasuk pada masa pandemi COVID-19 ini,” ujarnya.

Lebih jauh, Wapres menjelaskan bahwa kondisi pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini, menjadikan keselamatan jiwa menjadi pertimbangan paling utama dalam menetapkan fatwa, karena tidak ada alternatif penggantinya.

“Dengan demikian penanggulangan COVID-19 bukan semata-mata masalah kesehatan, tetapi termasuk bagian penting dari persoalan agama yang sesuai dengan syariah yang sifatnya memberikan penjagaan dan perlindungan,” tegasnya.

Tampak hadir dalam acara yang digelar luring dan daring ini, Walikota Surakarta Gibran Rakabuming Raka, Rektor UIN Raden Mas Said Surakarta Mudhofir, Director General of Islamic Research Institute of International Islamic University of Pakistan Mohammad Khalid Mas’ud, Profesor Hukum Islam UIN Mataram Mohammad Abdun Nasir, para Pejabat Kementerian Agama, para Duta Besar Negara Sahabat, serta para Rektor UIN/IAIN dan Ketua STAIN se-Indonesia.