JAKARTA - Bobby Nasution maju jadi calon kepala daerah Kota Medan di Pilkada 2020. Menantu presiden Joko Widodo ini, mesti waspada bertarung di tempat ini. Sebab, Tercatat, ada tiga pemimpin Kota Medan, secara berturut-turut terjerat kasus korupsi.
Pengamat politik dari Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menyebut, Bobby harus mawas diri terhadap potensi praktik korupsi jika ingin meraih suara pemilih di Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara tersebut.
"Bobby harus hati-hati dengan cap pemimpin korup di Medan. Apalagi, kepentingan politik Bobby paling tinggi dibanding nama calon lain karena dia menyandang predikat sebagai menantu presiden," kata Pangi kepada VOI, Senin, 27 Juli.
Bobby adalah nama kuat yang jadi rekomendasi PDI Perjuangan. Sementara, Partai Gerindra, Partai Golkar, dan PPP juga dikabarkan akan bergabung dalam koalisi pengusungan Bobby.
Yang menjadi masalah, kata dia, jika nantinya Bobby telah mantap mendaftarkan diri, akan banyak agenda kepentingan politik yang mendatangi Bobby, dibanding bakal calon yang tidak bersinggungan langsung oleh presiden.
"Masalahnya, pertaruhan politik Bobby membawa nama baik Jokowi. Soal nanti apakah pengaruh presiden bisa dimanfaatkan atau tidak, kita lihat di pertarungan ini," ungkap Pangi.
Atas dasar itu, Pangi menyarankan sebaiknya Bobby membawa narasi antitesis dari apa yang dilakukan pemerintah Kota Medan sebelumnya. Narasi antikorupsi harus digempur dalam masa kampanye pilkada.
"Dia harus menjamin tidak akan melakukan hal yang sama (korupsi), sehingga dia tidak dianggap memanfaatkan abuse of power karena kedekatan dengan presiden," tuturnya.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, deretan kasus korupsi yang menjerat jajaran pemerintah Kota Medan dimulai dari mantan Wali Kota Medan periode 2005-2010, Abdillah. Abdillah dihukum 4 tahun penjara karena penyelewengan dana APBD dalam pengadaan mobil pemadam kebakaran.
Selanjutnya, kasus korupsi menjerat mantan Wali Kota Medan periode 2010-2015, Rahudman Harahap. Rahudman, yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Daerah Kota Medan menggelapkan dana tunjangan aparat desa sebesar Rp1,5 miliar. Ia dihukum 5 tahun penjara akibat perbuatannya.
Kasus selanjutnya adalah Wali Kota Medan nonaktif periode 2015-2020 Dzulmi Eldin. Dzulmi ditangkap tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Oktober 2019. Dzulmi terbukti melakukan suap terkait proyek dan jabatan di lingkungan pemerintahan Kota Medan.