Database KPAI dan Bank Jatim Terindikasi Dijual di RaidForums
ILUSTRASI/UNSPLASH

Bagikan:

JAKARTA - Kebocoran data pribadi muncul lagi kali ini diduga database milik Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Diduga data ini dijual di RaidForums. 

Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persadha menjelaskan adanya akun bernama C77 mengunggah data milik KPAI yang dijual di RaidForums. 

“Data tersebut diduga berisi database pelaporan masyarakat dari seluruh Indonesia dari tahun 2016 sampai sekarang,” kata Pratama dalam keterangan tertulis, Kamis, 21 Oktober.

Menurut dia, database itu memiliki detail lengkap tentang tentang identitas pelapor seperti nama, nomor identitas, kewarganegaraan, telepon, handphone, agama, pekerjaan, pendidikan, alamat, email.

Termasuk data tempat lahir, tanggal lahir, jenis kelamin, provinsi, kota, usia, serta tanggal pelaporan.

“Dua database yang diberikan, yakni berukuran 13MB dengan nama file kpai_pengaduan_csv dan 25MB dengan nama pai_pengaduan2_csv. Untuk mendownloadnya, user RaidForums harus mengeluarkan 8 credits per data atau sekitar Rp35 ribu,” kata Pratama. 

Selain itu juga terdapat kolom data penghasilan bulanan, ringkasan kasus, hasil mediasi. Bahkan diduga ada list data identitas korban yang masih di bawah umur. 

“Data-data yang ada, merupakan data yang sangat sensitif untuk disalahgunakan di internet. Seperti penipuan online seperti yang kerap terjadi belakangan,” jelasnya.

Sedangkan untuk Bank Jatim, data dijual oleh akun dengan username bl4ckt0r dengan harga 250.000 dollar. pelaku menyebutkan data sebesar 378GB berisi 259 database, juga beserta data sensitif seperti data nasabah, data karyawan termasuk data keuangan pribadi.

"Tentu ini menjadi perhatian serius pemerintah. Perlu dilakukan forensik digital untuk mengetahui celah keamanan mana yang dipakai untuk menerobos, apakah dari sisi SQL (Structured Query Language) sehingga diekspos SQL Injection atau ada celah keamanan lain," kata Pratama.

Menurut dia, penguatan sistem dan SDM harus ditingkatkan. Adopsi teknologi utamanya untuk pengamanan data juga perlu dilakukan. Indonesia sendiri masih dianggap rawan peretasan karena memang kesadaran keamanan siber masih rendah. 

“Sudah berkali-kali kejadian seperti ini, seharusnya pemerintah dan DPR bisa sepakat untuk menggolkan UU PDP. Tanpa UU PDP yang kuat, para pengelola data pribadi baik lembaga negara maupun swasta tidak akan bisa dimintai pertanggungjawaban lebih jauh dan tidak akan bisa memaksa mereka untuk meningkatkan teknologi, SDM dan keamanan sistem informasinya,” papar Pratama.