JAKARTA - Juru Bicara Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang atau kubu Moeldoko, Muhammad Rahmad angkat bicara soal pernyataan anak buah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) pada konferensi pers Minggu, 3 Oktober, kemarin.
"Rakyat terkaget-kaget menyimak pernyataan resmi DPP Partai Demokrat kubu AHY yang mengatakan Megawati (Presiden ke-5 RI) menggulingkan Presiden Gus Dur (Presiden ke-4 RI). Pernyataan resmi itu disampaikan langsung di depan media-media nasional oleh Herzaky Mahendra Putra, Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra)," ujar Rahmad dalam keterangannya kepada VOI, Rabu, 6 Oktober.
Dia meyakini, rakyat pasti juga bertanya-tanya menyikapi pernyataan Herzaky itu. Dia curiga apa yang disampaikan kubu AHY itu tidak benar alias hoaks.
Dia pun menyinggung tagline konferensi pers kubu AHY, yakni “Demokrat Berkoalisi Dengan Rakyat”.
Menurutnya, ketika SBY maju Pilpres 2004 yang menumpang di Partai Demokrat, sederet kebohongan sudah terasa lazim dilakukan ayah AHY itu.
"Tahun 2003 itu SBY menyatakan loyal pada Presiden Megawati dan tidak maju sebagai Capres, ternyata SBY berbohong ke Presiden Megawati. SBY menggunakan siasat terdzolimi dan maju Pilpres mengalahkan Presiden Megawati," jelas Rahmad.
Kebohongan fundamental lainnya adalah soal pendiri Partai Demokrat. Rahmad mengatakan SBY tidak terlibat sebagai pendiri Partai Demokrat pada 2001. Namun, pada Mukadimah AD/ART Partai Demokrat kongres 2020, SBY menjadi founding father bersama Ventje Rumangkang dan menghilangkan 98 founding father lainnya.
Hal tersebut dinilai sebuah kebohongan yang mungkin akan berbuah karma untuk SBY dan keturunannya. Rahmad mengungkapkan pihaknya akan bertanya ke internal PDIP dan Gusdurian untuk membuktikan apakah pernyataan kubu AHY itu benar atau tidak.
“Herzaky tentu tidak asal bicara. Kami tahu betul bahwa SBY sangat ketat dan sangat teliti dalam memilih dan menunjuk seseorang untuk jadi juru bicara partai,” katanya.
Tahun 2012, dia mengungkapkan SBY melakukan seleksi khusus untuk menentukan seseorang menjadi juru bicara partai. Bahkan calon juru bicara partai itu dibekali terlebih dahulu dengan pendidikan khusus yang dikemas dalam public relations course selama seminggu lebih di Cipanas, Jawa Barat.
Walaupun pada Selasa, 5 Oktober, Herzaky meralat ucapannya dan mengaku salah ucap, namun apa yang disampaikannya itu dinilai tidak bisa dianggap main-main.
"SBY atau AHY harus menjelaskan kepada masyarakat Indonesia terkait pernyataan resmi DPP asuhan SBY yang menyebut Megawati menggulingkan Gus Dur, yang diwakili oleh Herzaky sebagai juru bicara itu," katanya.
"Apakah di internal Demokrat asuhan SBY itu dibangun keyakinan bahwa Megawati menggulingkan Gus Dur, sehingga keyakinan itu yang di bawah alam sadar disampaikan Herzaky kepada masyarakat Indonesia?," sambung Rahmad.
Rahmad menambahkan, Herzaky membabi buta mengatakan SBY pendiri Partai Demokrat, atau mengatakan Demokrat menyelamatkan demokrasi. Padahal, kata dia, sesungguhnya SBY bukan pendiri partai dan isi AD ART-nya tidak ada tanda tanda ingin menyelamatkan demokrasi.
Karena itu, SBY atau AHY harus menjelaskan secara langsung kepada rakyat Indonesia. Apakah yang disampaikan Herzaky itu bagian dari doktrin di dalam DPP asuhan SBY.
Jika ternyata tidak benar, Rahmad mendesak SBY dan AHY menyampaikan permohonan maaf secara langsung dan kesatria kepada Megawati dan rakyat Indonesia. Jika SBY dan AHY tidak menjelaskan ini, maka fakta kebohongan DPP asuhan SBY yang mengklaim berkoalisi dengan rakyat itu akan makin lengkap.
"Akan sangat sulit dipercaya kata-kata yang keluar dari mulut pembohong. Bentuk kebohongan yang nyaris sempurna adalah manipulasi isi AD ART Partai Demokrat tahun 2020 yang memasukkan SBY sebagai pendiri dan keinginan SBY mempertahankan paham tirani, otoriter, dan oligarki, namun dibalut dengan tagline berkoalisi dengan rakyat dan mengaku menyelamatkan demokrasi. Mungkinkah SBY dan anak kandungnya, AHY pelihara pembohong untuk mengelabui rakyat?" pungkas Rahmad.