JAKARTA - Pemprov Jawa Tengah menyiapkan langkah pendampingan bagi anak korban perceraian orang tua. Bila diperlukan, akan diberikan pendampingan secara psikis atau hukum terhadap mereka yang terimbas perceraian.
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Jateng Retno Sudewi, Selasa 5 Oktober.
Bakal ada dua bidang yang menanganani hal semacam itu. Pertama, Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) sebagai agen pencegah, dan Satuan Pelayanan Terpadu (SPT) yang bertindak jika terjadi kasus kekerasan pada anak atau perempuan, termasuk sengketa anak seusai bercerai.
"Pendampingan (SPT) bila ada korban kekerasan perempuan dan anak. Satu di antaranya bila ada perceraian," ujarnya.
Retno menyebut, kebanyakan kasus perceraian orang tua cenderung berdampak pada anak. Menurutnya, pendampingan dilakukan jika anak yang orang tuanya bercerai, tidak mendapatkan hak dasar, atau mengalami tindak kekerasan.
Ia mengatakan, ke depannya akan melakukan kerja sama dengan Pengadilan Agama (PA), terkait pendampingan anak korban perceraian. Karena, selama ini ranah perceraian berada di bawah kewenangan lembaga tersebut.
BACA JUGA:
"(pendampingan) bila diperlukan ya, tetapi kita tetap memantau. Kalau ada perceraian tapi anak nyaman (terpenuhi kebutuhan dasar) ya tidak apa-apa. Tapi kadang kan mereka minder akibat perceraian, itu butuh bimbingan psikologis," urainya.
Secara hukum, Pemprov Jateng juga telah menyiapkan payung berupa Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2013. Dalam beleid penyelenggaraan perlindungan anak itu, dirumuskan sejumlah kebijakan untuk menanggulangi dan mencegah kekerasan pada anak.
Terbaru, saat ini Pemprov Jateng dan DPRD Jateng tengah memperbaharui Perda 7 tersebut, dengan penambahan poin pencegahan perkawinan anak.
Koordinator SPT Perlindungan Perempuan dan Anak Jateng Della Belinda mengatakan, selama ini kasus yang banyak diadukan adalah seputar hak asuh dan fasilitasi pendidikan. Ia menyebut, pelaporan terhadap masalah ini, juga bisa dilakukan di 35 daerah di seluruh Jawa Tengah.
Ia menyebut, hak asuh menjadi kasus yang jamak ditemui setelah perceraian. Aduan yang masuk terutama, orang tua yang sulit bertemu dengan anak. Adapula kasus, di mana anak sulit bersekolah karena dokumen kependudukannya masih tertahan oleh ayah atau ibunya.
"Kita pendampingannya lebih ke psikis dan ada konsultasi hukum. Misalnya terkait hak asuhnya," jelasnya.