Bagikan:

DENPASAR - Jakarta Animal Aid Network (JAAN) mengecam penjualan bayi moyet ekor panjang atau macaca fascicularis di Pasar Burung Satria, Denpasar, Bali.

Femke den Haas, salah satu pendiri JAAN menerangkan, di Bali masih ditemukan banyak penjual bayi-bayi monyet ekor panjang di Pasar Burung Satria, Denpasar.

"Setidaknya ada dua lapak penjual monyet ekor panjang di pasar itu. Monyet-monyet ini rata-rata berusia sangat muda," kata Femke dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 24 September.

Dari pengakuan seorang pedagang, Femke mengatakan monyet ini didatangkan hampir setiap bulan dari Sumatera. Tentu saja hal ini ilegal, karena memasukan hewan penular rabies (HPR) ke dalam Pulau Bali dilarang.

Hal itu mengacu pada Keputusan Menteri Pertanian No.1696/2008, tentang larangan memasukan anjing, kucing, kera dan sebangsanya ke Bali.

Selain itu, penjualan hewan primata di pasar burung berpotensi besar melanggar KUHP Pasal 302 tentang penyiksaan hewan, UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan serta PP Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veterniner dan Kesejahteraan Hewan.

"Kemudian cara memperoleh dan mengangkut monyet-monyet ini juga melanggar Peraturan Menteri Kehutanan No. P-63/Menhut-II/2013, tentang tata cara pengambilan spesimen tumbuhan dan satwa liar," imbuhnya.

Femke mengatakan masih maraknya penjualan bayi monyet di pasar burung diduga karena banyaknya peminat. Kebanyakan pembelinya turis yang kashian hingga akhirnya membeli. 

DOK JAAN

Namun, masalahnya setelah besar, monyet ini kemudian menjadi hal serius karena semakin galak dan liar.

Menurut Femke, cara itu salah karena membeli monyet dari pedagang di pasar hanya akan melanggengkan perdagangan satwa liar, mengacu pada prinsip suplai dan permintaan. Termasuk menjadikan monyet sebagai konten media sosial, karena merebaknya para influencer melakukan hal tersebut, juga memicu tingginya pembelian bayi-bayi monyet ini.

"Monyet ekor panjang hidup dalam kelompok dan keluarga yang solid. Untuk bisa mendapatkan anak atau bayi monyet biasanya para pemburu akan membunuh induknya. Tentu saja hal ini sangatlah kejam dan bertentangan dengan kesejahteraan hewan bahkan peraturan pemerintah," ujarnya.

JAAN sambung Femke sudah banyak menyelamatkan monyet-monyet dari laporan warga dan sitaan pemerintah hingga tidak ada lagi tempat.

"Di fasilitas rehabilitasi satwa kami di Sumatera baru-baru ini ada sekitar 36 ekor bayi monyet yang berhasil disita oleh pihak berwenang. Kesemua bayi tersebut berhasil diselamatkan dalam perjalanan menuju Pulau Jawa dan Bali," ujarnya.

Namun sayangnya hingga saat ini laporan dan aduannya kepada pihak terkait tidak mendapat tanggapan. Padahal masyarakat Hindu Bali sangat menghormati monyet-monyet ekor panjang ini.

"Seperti di Sangeh, Monkey Forest, Uluwatu, Alas Kedaton dan Pura Pulaki. Tapi mirisnya masih terjadi praktik perdagangan dan pemeliharan monyet-monyet ini di Bali. Kami, berharap pemerintah Bali melalu Dinas Peternakan, Pemerintah Kota Denpasar dan tentunya Balai Karantina Denpasar dapat menghentikan perdagangan monyet ekor panjang di pasar burung," ujarnya.

Femke mengatakan moyet ekor panjang atau macaca fascicularis adalah spesies primata yang sangat sosial, hidup berkelompok dan cerdas. Mereka tidak layak untuk dipelihara sebagai hewan peliharaan.

Menurutnya, monyet yang dipelihara dapat meningkatkan risiko penularan penyakit dari hewan ke manusia maupun sebaliknya atau zoonosis. Misal, penyakti TBC, rabies dan virus lainnya.

Selain itu, seperti dugaan kemunculan virus SarsCov-2 atau COVID-19 yang kini merebak di seluruh dunia dari pasar hewan hidup di Wuhan, Tiongkok tahun 2019 lalu. 

Kemudian kondisi hewan yang stres dan trauma dapat mengakibatkan serangan gigitan terhadap manusia. Selain itu praktik perdagangan monyet ekor panjang ini jelas melanggar prinsip-prinsip kesejahteraan hewan.

"Monyet ekor panjang  di Indonesia masih belum mendapatkan perlindungan meskipun faktanya menurut daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) status spesies Macaca di alam dinaikan menjadi tingkat rentan,” ujar Femke.