Terungkap Warga Prancis Jadi Predator Seks 305 Anak Jalanan di Jakbar
Konferensi pers penangkapan warga negara asing (WNA) asal Perancis, Francois Abello Camille (Foto: Rizky Aditya Pramana)

Bagikan:

JAKARTA - Polda Metro Jaya berhasil mengungkap kasus kekerasan seksual terhadap 305 anak oleh warga negara asing (WNA) asal Prancis, Francois Abello Camille. Aksi bejad pria 65 tahun ini sudah dilakukan bertahun-tahun.

Mirisnya, anak-anak yang dijadikan sasaran untuk memuaskan nafsu Frans adalah anak jalanan. Kapolda Metro Jaya, Irjen Nana Sudjana mengatakan, kasus ini terungkap lantaran adanya informasi dari masyarakat.

Berbekal laporan itu, pihaknya melakukan penyeledikan di hotel yang berada di kawasan Jakarta Barat. Berdasarkan penyelidikan, informasi mengarah kepada tindak pidana eksploitasi anak. Sehingga, petugas polisi langsung menggerebek salah satu unit kamar hotel tersebut.

"Setelah mendatangi lokasi di hotel PP yang berada disekitar Lokasari, Tamansari, Jakarta Barat, pada kamar tersebut penyidik mendapatkan WNA dalam kondisi setengah telanjang bersama dua anak telanjang dan setengah telanjang," ucap Nana di Jakarta, Kamis, 9 Juni.

Selanjutnya polisi melakukan penyelidikan mendalam. Awalnya, Fran mengelak telah melakukan aksi pencabulan. Namun polisi tidak menyerah begitu saja. Penyidik melakukan upaya lain dengan memeriksa bukti-bukti, salah satunya dari laptop pelaku.

Dari sana, penyidik meminta bantuan pihak Cyber Crime Bareskrim untuk membuka file tersebut. Ternyata, file itu berisi ratusan video aksi bejadnya bersama ratusan anak.

"305 orang anak di bawah umur ini berdasarkan data video yang ada di laptop dalam bentuk film. Jadi seluruh data yang ada pelaku videokan. Ada video yang tersembunyi di kamar ketika melakukan aksinya," ujar Nana.

Dari sini, Frans mulai terbuka dan berkata jujur. Di hadapan penyidik anak-anak yang dijadikan korban merupakan anak jalanan. Mereka didandani sebelum dieksekusi.

Bahkan, untuk membujuk para korban, Frans berdalih akan menjadikan mereka sebagai foto model dan berjanji memberikan sejumlah uang. Dengan alasan itulah, korban tergiur dan menyetujui permintaannya.

Tetapi, ketika para korban menolak untuk menjadi pemuas nafsu, maka, Frans akan melakukan kekerasan. Dipukul hingga ditempeleng misalnya.

"Anak-anak tersebut diberikan imbalan uang sebesar Rp250 hingga Rp 1 juta. Yang tidak mau disetubuhi ditempeleng dan ditendang," ungkap Nana.

Dari perkara itu, sejumlah barang bukti disita. Semisal, 21 kostum yang dipakai korban untuk pemotretan dan pembuatan video cabul, 1 buah laptop, 6 memory card, 20 kondom, dan 2 buah vibrator.

Atas perbuatannya, Frans dijerat dengan pasal berlapis yakni, Persetubuhan terhadap anak dibawah umur Pasal 81 Jo 76D UU RI No.17 tahun 2016 tentang perlindungan anak dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp.5 Milyar.

Kemudian, persetubuhan terhadap anak di bawah umur dengan korban lebih dari 1 (satu) anak, Pasal 81 ayat (5) Jo 76D UU RI No.1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI. No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dipidana dengan pidana penjara mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun dan dapat dikenai tindakan kebiri.

Pencabulan terhadap anak di bawah umur Pasal 82 Jo 76E UU RI No.17 tahun 2016 tentang perlindungan anak dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp 5 Milyar.

Eksploitasi secara ekonomi dan atau seksual terhadap anak di bawah umur Pasal 88 Jo 76 I UU RI No.17 tahun 2016 tentang perlindungan anak dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp.200 juta.

Tanpa hak menyebarkan foto atau video yang melanggar kesusilaan Pasal 27 ayat 1 jo pasal 45 UU RI no. 19 tahun 2016 ttg ITE dipidana dengan pidana penjara maksimal 6 tahun dan denda maksimal Rp. 1 Milyar.