Bagikan:

JAKARTA - Belum usai varian Delta asal India yang menyibukkan dunia, ilmuwan asal Afrika Selatan baru-baru ini mendeteksi adanya varian Corona baru bernama C.1.2. 

Meski belum ada kepastian soal kecepatan penularannya, namun varian C.1.2 ini sudah terdeteksi pertama kali pada Mei 2021. Kini varian tersebut diketahui telah menyebar ke sebagian besar provinsi Afrika Selatan dan tujuh negara lain di Afrika, eropa, Asia, dan Oseania.

Lantas, apakah C.1.2 lebih berbahaya dibanding varian Delta?

 

Para ilmuwan meyakini, varian C.1.2 mengandung banyak mutasi dari varian-varian lain dengan peningkatan penularan dan penurunan sensitivitas terhadap antibodi penetralisir. Akan tetapi, ilmuwan belum mengetahui pasti perilaku varian ini mengingat tes laboratorium masih dilakukan.

 

Namun para ahli mengingatkan, bahwa pandemi COVID-19 belum berakhir yang memungkinkan virus ini masih berpotensi menginfeksi manusia.

"Pandemi ini masih jauh dari selesai. Bahwa virus ini masih mencari cara untuk berpotensi menjadi lebih baik dalam menginfeksi kita," ujar spesialis penyakit menular dalam penelitiannya terkait C.1.2, Richard Lessels, dikutip dari Reuters, 31 Agustus.

Kendati begitu, Lessels menegaskan, masyarakat tidak perlu khawatir pada tahap ini mengingat varian memang akan menjadi lebih banyak. Kata dia, mutasi virus pasti akan muncul lebih banyak dalam masa pandemi.

Untuk diketahui, data pengurutan genom dari Afrika Selatan menunjukkan varian C.1.2 masih jauh lebih sedikit penyebarannya dibanding varian Delta yang dominan pada bulan Juli 2021, bulan terakhir di mana sejumlah besar sampel tersedia.

Hingga kini, varian Delta disebut masih menjadi varian tercepat dan terkuat di dunia. 

 

Menurut Lessels, berdasarkan pola mutasinya, C.1.2 mungkin memiliki lebih banyak sifat penghindaran kekebalan dibanding varian Delta dan telah dilaporkan ke WHO.

 

Sebagai informasi, Afrika Selatan adalah negara pertama yang mendeteksi varian Beta, satu dari empat yang diberi label "perhatian" (VoC) oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Varian Beta diketahui lebih mudah menyebar dibanding varian asli Corona penyebab COVID-19. 

 

Sejumlah penelitian menyebut, efektivitas vaksin COVID-19 menurun pada varian ini dibanding pada varian-varian lainnya. Hal ini membuat beberapa negara membatasi perjalan menuju dan dari Afrika Selatan.