Masuk Sekolah Lagi, Siswa Belum Boleh ke Kantin
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (Foto: Diah Ayu Wardani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengingatkan, sekolah yang boleh melakukan pembelajaran tatap muka lagi harus patuh pada protokol kesehatan. Meski di daerah tersebut masuk zona hijau COVID-19.

Nadiem meminta, ketika peserta didik mulai bersekolah mereka tak boleh bermain dan berinteraksi di luar jam pelajaran. Segala aktivitas selain belajar tak boleh dilakukan dalam waktu dua bulan atau selama masa transisi.

"Selama masa transisi, siswa hanya boleh masuk ke kelas, langsung pulang. Aktivitas di mana anak-anak dari berbagai macam kelas berkumpul seperti di kantin tidak diperkenankan selama 2 bulan pertama," kata Nadiem dalam konferensi pers virtual, Senin, 15 Juni.

Kemudian, ada kewajiban penyediaan fasilitas pencegahan COVID-19 dan pengawasan rutin yang harus dilakukan oleh pihak sekolah selama kegiatan belajar siswa. Pihak sekolah mesti memastikan ketersediaan sarana kebersihan, seperti fasilitas pencuci tangan menggunakan sabun atau hand sanitizer.

"Kegiatan olahraga, ekstrakurikuler, dan aktivitas lain juga belum diperbolehkan selama masa transisi. Prinsipnya, apapun aktivitas-aktivitas yang sifatnya mencampur antara satu kelas dan kelas lain itu belum diperbolehkan dalam masa transisi," kata dia. 

Selain itu, seluruh warga sekolah juga harus mengenakan masker dan pengecekan suhu tubuh di sekolah. Jika ada peserta didik yang sedang sakit, dilarang untuk masuk sekolah.

"Bahkan, kalau keluarganya ada yang sakit atau flu anak itu tidak diperkenankan masuk. Guru dan orang tua yang punya resiko komorbilitas juga sebaiknya tidak masuk dulu ke sekolah," ungkap Nadiem. 

Panduan pembelajaran di zona hijau

Adapun hanya 6 persen atau 85 kota saja yang boleh melakukan pembelajaran tatap muka di seluruh Indonesia. Sisanya 94 persen atau 429 daerah lain masih belum boleh sekolah tatap muka. Karena masuk dalam zona kuning, oranye, dan merah. 

Pada wilayah berstatus zona hijau, Nadiem membagi dua fase pembelajaran tatap muka. Pertama, pembelajaran di masa transisi selama dua bulan awal. Jika kondisi belajar masih dinyatakan aman dari penyebaran COVID-19, maka akan diteruskan ke fase kedua yakni masa kebiasaan baru.

Pertama, pembelajaran di masa transisi selama dua bulan awal. Jika kondisi belajar masih dinyatakan aman dari penyebaran COVID-19, maka akan diteruskan ke fase kedua yakni masa kebiasaan baru.

Pada masa transisi, instansi pendididkan yang boleh melakukan pembelajaran tatap muka pada Bulan Juli adalah SMA, SMK, MA, MAK, SMTK, dan SMP, Paket C, Paket B, dan instansi tingkat atas dan menengah lainnya. 

"Setelah dua bulan, kalau semuanya masih oke, kategori zona masih hijau, baru boleh membuka SD, MI, dan SLB," kata Nadiem. 

Lalu, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah instansi pendidikan yang paling terakhir dibolehkan untuk melakukan kegiatan belajar tatap muka. Jarak waktunya sekitar 5 bulan dari tahun ajaran baru.

Nadiem mengharuskan instansi pendidikan mengatur kondisi kelas yang nantinya akan melaksanakan belajar secara tatap muka. Pada pendidikan menengah, dasar, dan SLB, harus ada pengaturan jaga jarak minimal 1,5 meter. Sementara, PAUD harus menerapkan jaga jarak minimal 3 meter.

Jumlah hari dan jam belajar juga dibatasi dengan sistem pergiliran (shift). Pembagian ini ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan berdasarkan situasi dan kebutuhan masing-masing.

Pada pengaturan shift pendidikan dasar, menengah, dan SLB, kapasitas ruang kelas dikurangi hingga 50 persen. Sementara di PAUD hanya bisa sekitar 30 persen dari kapasitas peserta didik dalam satu shift.

"Namun, begitu ada penambahan kasus atau level risiko daerah naik, satuan pendidikan wajib ditutup kembali,” ucap Nadiem. 

Sementara, sekolah dan madrasah berasrama pada zona hijau masih harus melaksanakan kegiatan belajar dari rumah dan dilarang membuka asrama dan pembelajaran tatap muka selama masa transisi (dua bulan pertama).