JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memerintahkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk melakukan pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) lebih dini.
Hal ini penting karena setiap tahun wilayah Indonesia kerap mengalami karhutla khususnya di sejumlah provinsi Sumatera dan Kalimantan.
"Potensi curah hujan rendah perlu disikapi secara serius oleh pemerintah daerah baik di tingkat provinsi, kabupaten dan kota sehingga karhutla dapat dicegah sejak dini," kata Plt Kapus Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Minggu, 25 Juli.
Ada delapan langkah yang harus dilakukan oleh BPBD untuk mencegah terjadinya karhutla. Pertama, BNPB meminta BPBD untuk melakukan pemantauan dan peninjauan lapangan bersama dinas-dinas terkait untuk mengantisipasi dan menangani kekeringan serta potensi kebakaran hutan dan lahan.
Kedua, BPBD segera mengambil langkah penguatan kesiapsiagaan pemerintah dan masyarakat terkait ancaman kekeringan di daerahnya, antara lain menyiapkan logistik dan peralatan seperti tangki air bersih, penyediaan pompa air di setiap kecamatan serta memprioritaskan pada wilayah yang terdampak kekeringan.
Plt. Deputi Bidang Pencegahan BNPB Harmensyah, dalam surat yang ditujukan kepada kepala pelaksana BPBD provinsi per 22 Juli 2021, meminta kampanye hemat air dengan cara memanen air hujan dan memanfaatkan air limbah rumah tangga yang bisa digunakan kembali dilakukan.
Dalam melaksanakannya, Harmensyah meminta BPBD mengoordinasikan stakeholder terkait penyiapan alternatif kebijakan pemenuhan kebutuhan air di masyarakat melalui penyiapan sumur bor dan pengaturan distribusi air.
Langkah berikutnya, penguatan kesiapsiagaan pemerintah serta masyarakat terhadap ancaman kebakaran hutam dan lahan di daerah masing-masing.
"Kesiapsiagaan dapat dilakukan dengan memantau melalui sistem peringatan dini terkait kebakaran hutan dan lahan yang telah ada seperti Sipalaga, Hot-spot Lapan, dan Sistem Peringatan Karhutla," ungkap Harmensyah.
Selain itu, kesiapsiagaan dapat dilakukan lewat pengecekan serta penyiapan sarana dan prasarana pemadaman kebakaran. "Segera diperbaiki jika ada kelemahan atau kerusakan pada alat-alat tersebut," tegasnya.
Kesiapsiagaan, sambung Harmensyah, bisa juga dilakukan dengan berkoordinasi dengan pemangku kebijakan lainnya serta melakukan sosialisasi dan edukasi lewat media elektronik.
"Termasuk memasang papan informasi pelarangan membakar hutan dan hukumannya, serta menyiapkan, memperbarui dan menyimulasikan rencana kontingensi menghadapi ancaman bencana serta menyusun rencana operasi dengan melibatkan seluruh stakeholder setempat termasuk TNI dan Polri," jelasnya.
BACA JUGA:
Kelima, pemerintah daerah melalui BPBD menyiapkan helpdesk atau call center maupun pos pelaporan antisipasi dan pelayanan cepat penanggulangan bencana kekeringan serta bencana asap akibat karhutla. Selain itu, pemda juga harus mengembangkan sistem komunikasi serta informasi sampai ke lokasi rawan bencana.
Keenam, BPBD melakukan sosialisasi ke masyarakat dengan mengedepankan protokol kesehatan, mengikuti kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), dan tetap menjalankan segala peraturan pemerintah terkait percepatan penanganan COVID-19.
Ketujuh, Harmensyah meminta BPBD menginstruksikan kepada pemangku kebijakan untuk mengumpulkan data jumlah pasien COVID-19 baik yang tanpa gejala maupun terkonfirmasi positif serta rumah sakit yang masuk dalam zona risiko tinggi ancaman bahaya kekeringan dan asap.
Hal ini bertujuan untuk menyiapkan tempat evakuasi khusus bagi Orang Tanpa Gejala (OTG) maupun terkonfirmasi sehingga mereka terpisah dengan masyarakat yang sehat.
Terakhir, BPBD diminta untuk melakukan koordinasi penanganan darurat bencana dapat menghubungi Pusdalops PB BNPB. Hal ini bisa dilakukan melalui jaringan Komunikasi telepon, faksimili, maupun Call Center 117.