Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, Presiden Joko Widodo mengirim surat kepada tiga kementerian untuk menjalankan rekomendasinya mengatasi permasalah di tubuh BPJS Kesehatan. Surat tersebut dikirim lewat Sekretariat Negara. 

Yiga kementerian yang mendapat mandat menjalankan rekomendasi tersebut adalah Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (KemenkoPMK), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

"KPK telah menerima tembusan surat dari Presiden melalui Setneg tersebut," kata Plt Juru Bicara KPK bidang pencegahan Ipi Maryati Kuding melalui keterangan tertulisnya, Senin, 8 Juni.

Lewat surat tersebut, Setneg meminta tiga kementerian itu menindaklanjuti rekomendasi KPK terkait defisit BPJS Kesehatan sesuai dengan kewenangannya. 

Selanjutnya, sambung Ipi, KPK akan mengagendakan pertemuan dengan seluruh pihak agar rekomendasi tersebut bisa segera dijalankan.

Sebelumnya, lembaga antirasuah ini pernah menyampaikan sejumlah rekomendasi terkait perbaikan BPJS Kesehatan kepada pemerintah. 

Isi rekomendasi tersebut adalah; pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bisa segera menyelesaikan Pedoman Nasional Praktik Kedokteran (PNPK), melakukan penertiban rumah sakit, dan mengimplementasikan kebijakan urun biaya atau co-payment untuk peserta mandiri seperti yang diatur dalam Permenkes 51/2018 tentang Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan.

Selanjutnya, Kemenkes harus menerapkan kebijakan pembatasan manfaat untuk klaim atas penyakit katastropik sebagai bagian dari upaya pencegahan, mengakselerasikan implementasi kebijakan coordination of benefit (COB) dengan asurasi kesehatan swasta, dan terkait tunggakan iuran peserta mandiri, KPK merekomendasi agar pemerintah mengaitkan kewajiban membayar iuran BPJS dengan pelayanan publik.

Selama rekomendasi tersebut belum dijalankan, menurut Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, kenaikan BPJS yang telah diatur dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 akan menjadi sia-sia.

Apalagi dalam Kajian Tata Kelola Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan yang dilakukan lembaga antirasuah di tahun 2019, kata Ghufron, KPK menemukan akar permasalahan defisit BPJS Kesehatan adalah karena inefisiensi tata kelola.

"Sehingga kami berpendapat bahwa solusi menaikkan iuran BPJS sebelum ada perbaikan dari rekomendasi kami, tidak menjawab permasalahan mendasar dalam pengelolaan dana jaminan sosial kesehatan," kata Ghufron dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 15 Mei.

Naiknya iuran BPJS Kesehatan di masa pandemi COVID-19 ini, kata dia, dipastikan membuat tingkat keikutsertaan masyarakat dalam layanan ini menurun. Padahal, menurut UU 40 Tahun 2004, jaminan sosial ini adalah bentuk perlindungan bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak.

Ghufron kemudian menegaskan, BPJS Kesehatan sebenarnya bisa berjalan tanpa perlu menaikkan iuran mereka, asalkan sejumlah rekomendasi yang pernah disampaikan oleh KPK dijalankan.

"Jika rekomendasi KPK dilaksanakan maka tidak diperlukan menaikkan iuran BPJS Kesehatan yang akan dirasakan sangat membebani masyarakat mengingat situasi sulit yang saat ini," tegas dia.

"Kami memandang rekomendasi tersebut adalah solusi untuk memperbaiki tersebut adalah solusi untuk memperbaiki inefisiensi dan menutup potensi penyimpangan (fraud) yang kami temukan dalam kajian," pungkas Ghufron.