JAKARTA - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate menilai perlambatan yang berujung pada pemblokiran akses internet di Papua pada 2019 yang lalu, karena ada kerusakan infrastruktur.
Hal ini disampaikan oleh Johnny untuk merespon putusan PTUN Jakarta. Dalam putusan itu, dia dan Presiden Joko Widodo yang duduk sebagai tergugat diputus melakukan tindakan hukum terkait pelambatan dan pemblokiran akses internet di Papua.
"Bisa saja terjadi adanya perusakan terhadap infrastrukur telekomunikasi yang berdampak ganguan internet di wilayah tersebut," kata Johnny kepada wartawan, Rabu, 3 Maret.
Politikus Partai NasDem ini menyebut, dirinya tak menemukan kebijakan maupun keputusan di tingkat rapat kabinet maupun di internal Kemenkominfo terkait pemutusan akses internet tersebut.
Johnny mengaku pihaknya belum akan mengambil langkah lanjutan terkait keputusan tersebut. Meski menghormati putusan PTUN Jakarta itu, Johnny menyebut dia akan membaca amar putusan dan berkonsultasi dengan kejaksaan selaku pengacara negara.
"Kami akan berbicara dengan Jaksa Pengacara Negara untuk menentukan langkah hukum selanjutnya," tegasnya.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutus Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Komunikasi dan Informasi diputus melanggar hukum. Putusan ini terkait pelambatan dan pemblokiran koneksi internet di Papua pada tahun 2019 yang lalu. Adapun Menkominfo yang menjabat saat itu adalah Rudiantara.
"Menyatakan perbuatan para tergugat adalah perbuatan melanggar hukum oleh badan dan atau pemerintahan," kata Hakim PTUN saat membacakan salinan putusan, Jakarta, Rabu, 3 Juni.
Dalam perkara dengan nomor 230/G/TF/2019/PTUN.JKT yang menjadi pihak tergugat adalah Presiden Jokowi dan Menkominfo yang saat itu dijabat oleh Rudiantara. Sementara penggugatnya adalah Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan SAFEnet.
Lewat putusan tersebut, PTUN kemudian memerintahkan para penggugat menghentikan dan tak lagi mengulangi perbuatan atau tindakan pemutusan internet di seluruh Indonesia.
Putusan tersebut juga menyebut tergugat harus melaksanakan putusan itu meski mereka mengajukan upaya banding.
"Menyatakan putusan atas gugatan ini dapat dilaksanakan lebih dahulu walaupun ada upaya hukum," tegas putusan tersebut.
Diketahui, pemblokiran internet tersebut di Papua Barat tersebut dilakukan dengan dalih meredam hoaks pada 19 Agustus 2019. Sebelum pemblokiran tersebut, pemerintah awalnya melaksanakan pelambatan internet di beberapa wilayah di Papua.
Pelambatan berujung pemblokiran tersebut dilaksanakan hingga 21 Agustus 2019 yang lalu.
YLBHI yang menjadi salah satu koordinator tim advokasi gugatan itu mengatakan putusan ini menunjukkan pemerintah khususnya Presiden telah melanggar konstitusi.
Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menilai, sebagai seorang kepala negara, Presiden harusnya menaati konstitusi yang berlaku.
"Presiden yang disumpah untuk taat konstitusi, dia harus menjaga agar pelaksanaan pemerintah itu good governance, tidak melanggar undang-undang, dan tidak melanggar pemerintahan yang baik," tegas Isnur kepada wartawan.
Dia menilai, keputusan ini juga bisa menghilangkan legitimasi dan berujung pada pembangkangan aturan yang dilakukan oleh masyarakat. Ke depan, Isnur berharap DPR RI bisa mengawasi kebijakan semacam ini lewat hak angket.
"Secara politik, DPR misalnya mengawasi. Bisa menggunakan hak angket dan ini ujung-ujungnya bisa menjadi perubahan kebijakan, tentunya evaluasi bagi pemerintah dan jangan dianggap sekadar remeh-temeh seperti itu," pungkasnya.