Polisi Tangkap Pelaku Penjual Tabung Oksigen di Sidoarjo yang Harganya Dinaikkan Hampir 2 Kali Lipat
AM Sby/VOI

Bagikan:

SURABAYA - Polda Jawa Timur menangkap tiga orang penjual tabung oksigen di atas harga eceran tertinggi (HET). Mereka saat ini masih menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus). 

"Dengan hal ini ada dua hal yang dilanggar, menimbun tabung oksigen dan harga melebihi HET," kata Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta, di Mapolda Jatim di Surabaya, Senin, 12 Juli.

Ketiga pelaku berinisial AS, TW, dan FR, warga asal Sidoarjo. Kasus ini bermula ketika AS membeli tabung oksigen beserta isinya dari PT NI dengan harga Rp700.000 dan menjualnya kepada FR seharga Rp1,350 juta. Padahal HET tabung oksigen senilai Rp750.000 per tabung ukuran 1 meter kubik. 

AS dalam aksinya dibantu TW, yang merupakan adik kandung AS. TW memasarkan tabung oksigen beserta isinya ukuran 1 meter kubik melalui akun facebook dan juga WhatsApp group. Ini diketahui berdasarkan informasi masyarakat, bahwa  AS dan TW mencari keuntungan dengan menjual tabung oksigen melebihi HET.

"Saat ini banyak masyarakat yang butuh oksigen dan di sisi lain ada yang cari keuntungan. Sehingga akan terjadi kelangkaan," katanya.

Nico mengimbau masyarakat untuk tidak panik dengan membeli tabung oksigen dan obat-obatan kalau tidak perlu. Sebab, pemerintah sudah menyiapkan semua yang dibutuhkan masyarakat ketika terinfeksi covid-19. "Kami akan koordinasi dengan supaya distribusi tabung oksigen dan juga obat-obatan berjalan lancar," kata Nico. 

Dalam kasus ini, Polda Jatim mengamankan sebanyak 129 tabung oksigen berbagai ukuran dalam kurun waktu tanggal 3 hingga 8 Juli 2021. Perkara ini diatur dalam Pasal 62 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 

Pasal ini berbunyi, '.Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.